CHAPTER 315: PENDIDIKAN & ROMANTISME ANGKATAN 75

 GrowUp-Series

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” (Nelson Mandela)

Pernahkah Anda mengingat bagaimana alur perjalanan kehidupan pendidikan formal Anda? Jika sebagian besar jawaban Anda adalah “iya”, maka saya mungkin termasuk anomali.

Hal yang saya ingat dari masa pendidikan formal hanya sebatas mengingat nama - nama sekolah, mulai dari TK di Sarangan – Malang, terus pindah ke TK Nurul Falah Makassar, lalu SD Mangkura – Makassar, lalu SMPN 2 Makassar, lalu SMPN 181 Jakarta Pusat, lalu SMAN 2 Makassar, lalu jurusan Ilmu Komunikasi – Unhas Makassar. Di luar itu, saya tidak dapat mengingat makna berkesan sepanjang berada di dalam ruang kelas.

Pendidikan formal menjadi sebuah detak yang datar, meski aku masih ingat beberapa nama Guru di jaman SD, seperti bu Salmah yang merupakan guru kelas 1, bu Retno guru kelas 2, lalu entah di kelas berapa ada guru namanya pak Badulu. Aku ingat pernah les matematika pada pak Badulu ini.

Bagaimana dengan jaman SMP, tidak satu pun nama guru yang kuingat. Kalau SMA, ada beberapa yang kuingat, seperti bu Murni (wali kelas 1) dan pak Sariman.

Pendidikan = Bagian Hidup Yang Mestinya Bermakna

Education concept

Seyogyanya bagian ini mestinya tidak menjadi lembaran yang hilang, karena saya pernah berada di sana.

“Every child deserves a champion – an adult who will never never give up on them,who understands the power of connection, and insist that they become the best that they can be possibly be.” (Rita Pierson)

Mungkin kutipan di atas yang menjadikan saya kurang antuasias dan tidak fokus selama menjalani masa pendidikan formal. Saya tidak memiliki figur pemenang yang menginspirasi. Dan sebuah hal penting hilang selama proses itu, yaitu kekuatan dari konektivitas. Saya jadi ingat ungkapan seorang teman yang merupakan blogger terkenal, jika dibutuhkan analisa dan kepingan rasionalitas ketika mengemukakan sebuah gejala. Dibutuhkan kekayaan riset, agar dapat mencerahkan diri dan lingkungannya, bukan menyesatkan.

Tumbuh dengan Bakat & Minat

terminator-action-figures

Sejak kecil, saya ingat jika senang menggambar, main action figure dan mobil – mobilan sendiri, dan dunia otomotif (khususnya balapan motocross).

Saat di kelas dari SD sampai kuliah yang saya ingat selalu menggambar di dalam kelas, kalau bukan gambar orang berotot yah paling pemandangan. Mau tahu benang merah dari ketiga kesenanganku itu? Jawabannya mudah, “Bisa dilakukan sendirian.”

Terkesan seperti autis mungkin...

tekken_chinmi_legends_banner

Di luar itu, saya ingat beberapa hal lain yang mengiri masa kanak – kanak. Dimulai dari majalah Bobo dengan kisah “Pak Janggut”,  Paman Gembul, Oki dan Juwita, Nirmala, Deni Manusia Ikan. Itu di jaman SD. Di jaman itu pula, saya suka mengikuti kisah Detektif Lima Sekawan karya Enid Blyton. Di layar kaca, saya ingat selalu antusias pulang ke rumah jika Mike Tyson bertarung. Saya juga selalu suka dengan film tengah malam serial The-A-Team.

Di saat SMP, saya mengikuti majalah Kawanku, Lucky Luck, dan Lupus karya Hilman Hariwijaya. Di jaman SMP ini, tivi swasta pertama RCTI masih jaman dekoder berbayar. Saat itu banyak serial film yang mungkin juga Anda suka, mulai The Great American Hero, Wonder Woman, dan Wok with Yan. Ya, acara yang terakhir disebut tadi dipandu oleh Stephen Yan, pria berdarah Tionghoa yang tidak hanya piawai memasak, namun juga membanyol.

Menurut saya, Stephen Yan adalah The Best Entertainer Chef yang pernah ada di muka bumi. Sementara di jaman SMA, saya tenggelam dalam serial komik Kungfu Boy (dengan kungfu peremuk tulang-nya), Tiger Wong (dengan jurus sembilan matahari-nya) dan Tapak Sakti (dengan tokoh tersakti Sembilan Benua).

Oh iya, dari SD saya juga sangat suka main bola. Ya, hal – hal di luar sekolah inilah yang justru sangat berpengaruh mengantar saya tumbuh. Herannya kini saya malah berprofesi sebagai penulis, meski secara jejak pendidikan formal saya tidaklah cemerlang. Bahkan cenderung keruh...hehehehe...

Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, dimana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan jujur dan total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri-satu-satunya hal yang membuat kita ada.” (Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Berbicara)

Dengan semangat di atas, saya pun berusaha senantiasa menulis, sambil berharap itu tidak dangkal. Karena artikel yang dalam pun pasti berpihak pada satu titik...

Orang Tua = Sahabat dan Kawan Sejati buat Anak – Anaknya

Untitled

Tidak ada yang perlu disesali dari setiap alur kehidupan, itulah hal yang saya yakini. Anda mungkin termasuk orang seperti saya, tidak cerdas, lahir dari keluarga yang bercerai, dan pernah tenggelam dalam dunia hitam.

Anda pun mungkin merasakan jika teman itu tidak ada, hingga Anda menemukan Tuhan dan itu sudah lebih dari cukup. Saya berpikir, hidup ini pada akhirnya adalah cerita sejauh mana kita bekerja dan berdoa dalam kehidupan yang kita jalani, sambil tetap senantiasa bersyukur padaNya.

Masa lalu adalah guru berharga yang mengajarkan kita untuk selalu bangkit dan memperbaiki diri. Sebagaimana hal yang saya kemukakan di atas, saya berusaha menjadi seorang juara yang menginspirasi anak – anak untuk bertarung menjadi yang terbaik dari diri mereka masing – masing.

Saya adalah empat orang anak yang biasa dipanggil “ayah” oleh mereka, namun satu hal yang jelas, saya ingin tidak hanya sekedar menjadi ayah bagi mereka. Saya ingin menjadi sahabat dan kawan baik bagi mereka,  Aamiin.

Semoga menginspirasi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!