Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2020

CHAPTER 92: MENELUSURI JALAN TAKDIR

Gambar
Waktu terus berdetak dan malam pun terus meninggi, percaya atau tidak sudah nyaris 24 jam kondisi keuangan di rumah hanya ada delapan ribu perak alias rupiah. Ada lebihnya pun tidak sampai seribu, termasuk logam dua ratusan rupiah yang kalau dikasih ke Pak Ogah di perempatan dijamin akan dilemparkan kembali dengan tidak sopan.  Rasa optimisme akan adanya denting bel penyelamat di saat-saat akhir seperti biasa dalam 14 tahun ini pun nampaknya kali ini tidak akan datang. Selesai sudah, nampaknya, tinggal menunggu kedatangan sahabat yang telah lama dinanti, sang malaikat pencabut nyawa.  Tenang, tenanglah, Der. Tak usah gentar, ini adalah proses alami. Jujur sih, pasti ada rasa gentar juga, namanya juga manusia biasa tapi sebisa mungkin jangan berlebihan dan hadapi sealami mungkin. Tapi tidak usah grasak-grusuk, tarik napas yang dalam dan lepaskan. Rasanya memang sakit pasti, tapi bukankah sakit itu adalah bagian dari pertanggungjawaban hidup itu sendiri?! Menjelang Isya, sebuah pesan dat

CHAPTER 91: ENTAH BERAPA LAMA

Gambar
Hari ini, atau mungkin sudah setahun terakhir setidaknya, aku kerap termangu dan bertanya pada Tuhan, "Kira-kira berapa lama lagi badai ini terus akan menerpaku dalam posisi bertahan?" Rasanya, jujur melelahkan dan sangat menguji kesabaran.  "Apa lagi yang bisa dan harus kulakukan ke depan, agar bisa dapat kembali melangkah dan tidak hanya semata bertahan?" Jujur, aku mulai lelah dan seperti kehabisan ide, mesti bagaimana selain hanya bisa pasrah. Bukankah Engkau bilang, setiap manusia ciptaanMu tidak boleh berputus asa, akan ada harapan lagi nanti buah dari kesabaran... Dan aku masih tetap sabar, ditengah lelahku dan kehabisanku. Berat, tapi aku tidak ingin mengembik. Aku yakin ujian seperti ini belumlah apa-apa, Engkau pasti bisa mengujiku lebih berat lagi jika berkenan.  Jadi aku hanya bisa memupuk rasa sabar, karena setiap langkah yang bisa kulakukan telah kulakukan, sepertinya. Ini memang sudah seperti di luar batas kemampuanku, anugerah kemampuan yang telah En

CHAPTER 90: KEPUTUSAN TERBAIK DALAM HIDUP

Gambar
Entah seperti tidak kunjung lelah kukatakan jika dirimu adalah keputusan terbaik dalam hidupku, anugerah terindah yang pernah kumiliki.  Kehadiranmu telah membuatku hampir setiap saat bersyukur, betapa baiknya Tuhan telah mengirimkanmu dalam kehidupanku.  Kehadiranmu pula yang membuat lebih berlapang dada dan ikhlas, bahwa apapun yang terjadi ke depan, semoga aku telah semakin siap menghadapinya. Aku telah mendapatkan yang terbaik di dalam hidup, sisanya adalah memeluknya sebaik mungkin selama mungkin, meski cepat atau lambat kisah ini akan berakhir di bumi manusia ini.  Kelak, aku berharap di kehidupan berikutnya dirimu akan juga menjadi mahadewi yang disandingkan Tuhan untukku di sepanjang jalan, dimanapun, insya Allah aku dengan senang hati berbahagia denganmu, berbagi cerita dan kisah kebahagiaan selama-lamanya.  Aku tentu tidak ingin memujamu secara berlebihan, karena takut Tuhan marah dan merasakan aku mengkhianati posisi tersuci di semesta raya ini. Aku memujamu secara pas, seba

CHAPTER 89: MENGADU DI UJUNG SAJADAH

Gambar
Pernahkah dirimu merasa berada di ujung jalan dalam ketidakberdayaan? Ingin terus bertarung menghadapi hidup dengan segala tantangannya, namun perlawanan di luar sana terasa semakin berat, sementara dirimu merasa kehilangan amunisi yang mumpuni dan belum kunjung menemukan strategi seperti apa yang bisa dipakai untuk kembali bertarung... Apa kira-kira pilihannya; tetap keluar rumah bertarung membabi buta, atau berusaha menenangkan diri sebaik mungkin menanti musuh kehidupan merangsek ke dalam kediamanmu, benteng terakhirmu, dan kemudian menghabisimu? ******* Dalam tidurku, aku kemudian terjaga di ujungnya. Ada rasa kekhawatiran, meski tidak lagi terasa besar dan menakutkan. Bukan mengecilkan, tapi sudah sekian lama kuhadapi situasi sulit ini, jadi sudah semakin terbiasa dan ikhlas pasrah sepertinya menjadi jalan terbaik sementara ini.  Karena kupercaya, tidak ada keputusan terbaik dalam isi jiwa kepala yang keruh. Lalu aku bangun, saat kudengar petugas keamanan perumahan memukul tiang l

CHAPTER 88: PERDEBATAN DENGAN SEORANG KAWAN

Gambar
Rabu pagi 25 November 2020, saya sempat berdiskusi dan berdebat dengan seorang kawan baik secara virtual, dan berikut petikannya.  ******* Perdebatan Virtual Dengan Seorang Kawan Lama Rabu pagi 25 November 2020, saya sudah memulai diskusi dan perdebatan virtual dengan seorang kawan lama.  Berikut petikan perdebatannya... Kawan (K) : "Menurut Imam Ali, seandainya kemiskinan dalam wujud manusia, maka itu yang pertamakali aku bunuh." Aku (A) : "Untuk hal ini kayaknya menurutku perlu diurai lebih lanjut, karena kemiskinan secara umum diidentikkan dengan kemampuan materi." K : "Menurut Ali Bin Abi Thalib tidak begitu sepenuhnya." A: "Kalau begitu harus dijelaskan lebih lanjut, karena implikasinya disadari atau tidak, orang secara umum jadi menghindarinya dengan segala cara bentuk kemiskinan materi, dan menurutku salah satu pemicunya adalah statement seperti ini. Menurutku yang gagal dalam mengejar pencapaian materi, belum tidak berusaha keras dan melupakan

CHAPTER 87: CATATAN TIGA HARI

Gambar
Inilah adalah catatan dua hari di tanggal 19, 20, dan  21 November 2020.  ***** Kamis 19 November 2020:Sedemikian Kejamnya Dunia Ini? Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, ketika si little wolverine nama sepedaku diajak lemesin lutut ke rute datar ke arah Cilodong - Kota Kembang - Jembatan Gantung Pondok Rajeg, sebelum kembali pulang.  Durasinya sekitar 1,5 jam jika non-stop, atau kalau pakai istirahat bisa makan waktu dua jam.  Di sebuah kawasan Masjid yang arsitekturnya keren di wilayah Cilodong, saya sempat jeda sejenak minum dan foto-foto jika saya sudah pernah ke sini bersepeda.  Selesai foto-foto sejenak saya sudah bergegas pergi, tiba-tiba ada seorang ibu bercadar dengan seorang anak gadis yang juga bercadar, menghampiri. Rupanya keduanya yang tengah berboncengan naik motor melintasi Masjid itu juga ingin berfoto.  "Boleh tolong fotokan gak , Pak?" kata ibu tadi. Saya sebenarnya ingin menolak awalnya, karena pertimbangannya agak riskan menerima barang orang di tenga

CHAPTER 86: UJIAN BESAR NEGERI INI

Gambar
Dalam beberapa kali kesempatan, saya bilang di negeri ini saat ini setidaknya ada 5 (lima) badai besar yang tengah menghempas; disrupsi, pagebluk, resesi, industri agitasi yang semakin menggurita, dan potensi bencana alam yang semakin tinggi.  Tapi saya paling khawatir dengan poin badai ke-4, karena itu langsung terintegrasi dengan cara pandang dan pola pikir.  Beberapa waktu lalu, saya ngobrol sama seorang dekat yang sudah cukup lama masuk ke dalam relung-relung kajian kadrun.  Dalam diskusi itu, orang dekat saya itu bilang, "Kita tidak boleh menyalahkan Habib Rizieq, meski saya tidak setuju, tapi ulama tidak boleh disalahkan." Wow, saya tercengang, saya kaget karena sedemikian parah brainwash di kajian-kajian tersebut, dan kali ini sudah merangsek merasuki orang orang dekatku sendiri. Saya coba meresponnya, "Kira2 tauk tidak sejarah kapan kemunculan seorang Rizieq Shihab? Setahuku, dia tidak punya sejarah kajian mendalam sebelum era reformasi." Responnya, "K

CHAPTER 85: MELAWAN DENGAN HALUS

Gambar
Baru saja puyeng kembali, 3 ayam kampung yang diambil tadi pagi, salah satunya tua. Ini berarti sudah dua ayam tua dalam dua hari terakhir. "Bilangin ke abangnya ini tua," kata bini sambil menaruh ayam yang sudah diungkep ke plastik putih. Saya pun berangkat kembali ke penjualnya. Dalam perjalanan ke sana, saya berpikir bagaimana negosiasinya, kalau disampaikan dengan komplen marah-marah dengan filosofi "pembeli itu ian kasela, eh, radja) atau pakai emosi, pasti abangnya melawan balik. Sepanjang jalan menuju sana, kepalaku berpikir. Lantas aku berkesimpulan mending pasrah saja dengan teknik nego halus yang persuasif. Alhamdulillah, abangnya gak pake lama langsung suruh anak buahnya ganti, lebih gede lagi. Ya benar juga, gak semua persoalan memang bisa diselesaikan dengan tensi tinggi.  Mungkin kiat jitu ini juga bisa dipalai untuk merespon si Zonk atau ayah naen, artinya gak perlu terjebak dengan cara super bego seperti dirinya. Ya, orang kayak Zonk memang bisa kaya raya

CHAPTER 84: CATATAN PERJALANAN KALI KEDUA KE PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG

Gambar
Ini adalah kali kedua, saya mengantar pesanan Pak Ari ke kawasan industri di Kabupaten Tangerang. Tepatnya di Pabrik Gajah Tunggal Tbk yang menurut data Google Maps ada di wilayah Kecamatan Pasar Kemis.  Setahuku, Pak Ari sudah menjadi sosok petinggi di sana, tapi orangnya masih sama seperti dulu; ramah dan berpembawaan yang riang.  Perjalanan ke Cikupa lumayan jauh dari rumahku, eh , tepatnya rumah Bu Yon, jaraknya 53 km kalau berdasarkan dari Google Maps per sekali perjalanan.  Berbeda dengan waktu ngantar pertama kali, perjalanan kali ini terasa lebih dekat dan singkat. Mungkin juga karena perjalanan kali ini ditemani Kakak Oka.  Dalam perjalanan pulang setelah antar pesanan, kami sempat berpapasan di lajur yang berlawanan rombongan buruh yang demonstrasi menuntut kenaikan upah.  Banyak sekali, sampai memacetkan jalan lumayan panjang.  Saya tidak ingin membela pengusaha, juga bukan karena tidak lagi mengandalkan gaji sejak 14 tahun lalu, tapi kebayang kalau buruh nuntut ke pengusaha

CHAPTER 83: PETARUNG KETIDAKPASTIAN

Gambar
Beberapa hari lalu sempat baca status seorang kawan lama, " tough times never last but tough people do ." Jujur kata2 ini cukup mengganggu pikiranku. Lalu kucoba cari tahu di Google, ternyata ini adalah judul sebuah buku. Saya sempat baca ringkasannya di Amazon, dan juga baca intisari dari bukunya, dan bahkan sempat dapat PDFnya.  Mengapa mengganggu? Karena jujur khawatir, waktu akan menggulungku, sebelum aku benar2 mati." Bahkan sempat membuatku tidak bisa tidur, tapi lalu kumenerawang jejak langkah, dan lantas kuingat, "Bukankah aku sudah bertarung dalam ketidak pastian sejak tahun 2006?" Memilih menjadi seorang Ronin.  Bayangkan saja dua hari setelah nikah, saya sama sekali tidak punya pekerjaan apa-apa, dan adalah sekitar 13 hari saya tidak tahu mesti berbuat apa selanjutnya. Kini sudah 14 tahun lebih masa menjadi seorang Ronin kujalani, ya, menjadi samurai tak bertuan. Lantas apa yang mesti aku khawatirkan berlebihan, bukankah sudah lama memang tidak berad

CHAPTER 82: MENGELOLA PERASAAN GENTAR

Gambar
Jujur, aku gentar menghadapi masa ini. Tak bisa kulihat jelas apa yang bisa aku lakukan ke depan, selain tetap melangkah.  Kabut nampak cukup pekat menutupi daya pandang, isi kepala pun tidak memiliki gambaran yang lugas mengenai visi besar dan visi sedang. Hanya tersisa asa visi-visi kecil untuk menjaga suluh tidak redup di tengah deretan badai yang menghantam.  ***** Tanggal 12 November 2020 kabarnya adalah Hari Ayah Nasional.  Dan momen itu menjadi salah satu inspirasiku juga untuk menjadi bahan bakar suluhku, untuk tetap dapat bertahan di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian dan rasa gentar ini.  Ya, menurutku, di saat jatuh, kita masing-masing harus bisa mencari dan menemukan jawaban-jawaban pembakar semangat diri. Pasalnya ini tentu bukanlah hal yang mudah, saat menghadapi situasi sulit dan tidak tenggelam dalam luruh.  ***** Acap kali kumenerawang, jika sejauh ini berjalan aku memang sudah terlanjur menjadi anak dan abang yang buruk bagi orang tua dan adik-adikku. Bukan hal

CHAPTER 81: TUHAN, KUMOHON KUATKAN AKU, KUATKAN KAMI!

Gambar
Negeriku tengah dilanda lima badai hebat saat ini, yaitu disrupsi, pagebluk, resesi, industri agitasi dan informasi palsu, serta ancaman bencana alam.  Ya, ini catatan di bulan November tahun 2020.  Kucoba ingat-ingat lagi rekam jejak perjalanan selama enam bulan terakhir, dalam ombak kehidupan yang membuat kami terombang-ambing sangat, ke sana kemari. Kalaupun bisa bertahan sejauh ini, hanya karena sentuhan keajaiban dariNya. Kami hanya berusaha menjalani dengan rasa ikhlas dan rasa syukur sebisa.  Ya, tentu saja ada rasa gentar sewaktu-waktu, jangan sampai badai yang lebih besar menghantam dan meluluhlantakkan kami, serta menyelesaikan chapter perjalanan kami dalam kisah yang tragis. Sebenarnya, sudah kubilang beberapa kali pada diri sendiri, jalani saja sekuat-kuatnya. Kalau memang sudah waktunya berakhir, mau bagaimana pun takdirnya pasti harus berakhir. Kita sebagai mahluk ciptaan hanya bisa pasrah dengan suka cita menyambutnya, jika sekiranya panggilan terakhir sudah dibunyikan,