CHAPTER 82: MENGELOLA PERASAAN GENTAR



Jujur, aku gentar menghadapi masa ini. Tak bisa kulihat jelas apa yang bisa aku lakukan ke depan, selain tetap melangkah. 

Kabut nampak cukup pekat menutupi daya pandang, isi kepala pun tidak memiliki gambaran yang lugas mengenai visi besar dan visi sedang. Hanya tersisa asa visi-visi kecil untuk menjaga suluh tidak redup di tengah deretan badai yang menghantam. 

*****

Tanggal 12 November 2020 kabarnya adalah Hari Ayah Nasional. 

Dan momen itu menjadi salah satu inspirasiku juga untuk menjadi bahan bakar suluhku, untuk tetap dapat bertahan di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian dan rasa gentar ini. 

Ya, menurutku, di saat jatuh, kita masing-masing harus bisa mencari dan menemukan jawaban-jawaban pembakar semangat diri. Pasalnya ini tentu bukanlah hal yang mudah, saat menghadapi situasi sulit dan tidak tenggelam dalam luruh. 

*****

Acap kali kumenerawang, jika sejauh ini berjalan aku memang sudah terlanjur menjadi anak dan abang yang buruk bagi orang tua dan adik-adikku.

Bukan hal yang menyenangkan untuk dikenang memang, tapi di sisi lain, aku tidak boleh tenggelam dalam pandangan itu. 

Aku harus tetap punya visi, dan bersyukurlah Tuhan telah mengirimkan bini dan anak-anak dalam hidupku. Mereka adalah asa yang alhamdulillah masih senantiasa membakar suluh untuk tidak luruh, serta memotivasiku untuk harus bisa terus bersemangat bergerak, meski di tengah kabut pekat seperti saat ini. 

*****

Inilah korelasinya, usia pernikahan kedua orang tuaku seingatku berhenti di usiaku yang ke-10. 

Untuk hal ini, setidaknya aku masih cukup lebih baik, karena usia pernikahanku dengan bini sudah memasuki tahun ke-14. Meski tertatih-tatih melaluinya, tapi Tuhan telah memberkahiku untuk menjalaninya dengan anugerah kekuatan padaku dan bini. Kami (aku dan bini) sejauh ini cukup kuat untuk tidak mengembik dan meminta belas kasih (kecuali pada Tuhan Sang Pemilik Kehidupan) untuk melanjutkan perjalanan hidup. 

Ya, aku menjadikan almarhum Papaku sebagai benchmark atau standar perjalanan hidupku saat ini. Setidaknya, aku masih bisa bilang, untuk ukuran daya tahan dan kekuatan bertarung, aku sudah bisa menjadi ayah yang lebih baik dibanding mendiang Papaku. 

*****

Atas hal itulah, hatiku bisa cukup damai dan tenteram. Aku sudah bisa lebih baik dari mendiang Papaku. 

Kini, aku sudah bisa bilang, perjalanan hidupku sudah coba kujalani dan kulalui sebaik-baiknya, di tengah banyaknya lubang dan kesalahan langkah di masa silam. 

Tentu tidak akan berhenti di sini, masih coba terus berkembang dan membesar sebisa mungkin. 

Tapi (ya, hidupku yang terlalu banyak dengan kata "tapi" menunjukkan jika aku memang seorang pembangkang sejati), setidaknya aku sudah melewati standar pendahuluku. Aku berusaha tetap menjadi daun yang berjalan dan terbang jauh dari pohonnya. 

Bukan sekadar karena dendam, mungkin supaya kedua orang tuaku nanti kelak bisa cukup berbangga melihat daya tahan dan daya tarung anaknya ini 

Mungkin itu saja dulu. 


Bogor, 13 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!