CHAPTER 48: BANGSAT!


"Woi, bangun, bangun, bangsat!" tiba-tiba suara menggelegar itu tergiang keras di telinga sampai ke pusat otak. 

"Kamu siapa?" tanyaku. 

"Gw ruh di dalam diri elu, bangsat! Ngapain elu terpuruk di sini, pake acara lemes pula?!" katanya lagi. 

"Gw capek, boss, lelah dan kehilangan arah," timpalku. 

"Eh, bangsat, elu gak dihadirkan di sini bukan dengan takdir seperti itu, bangsat. Berhenti merasa terpuruk, apalagi pakai acara lemes dan menangis. Najis tauk! Bahkan emak elu sendiri gak sudi menyeka air matamu. Berhentilah bersedih dan kehilangan arah, bangkitlah kembali sesuai takdir dirimu ada di sini," kata suara yang mengaku ruh itu lagi. 

"Lalu mesti ngapain gw, bos?" tanyaku lagi. 

"Pokoknya elu harus bergerak, bangsat. Elu punya bini dan anak-anak yang jadi tanggung jawab elu, siapa suruh elu terlalu rajin berbuat dan membuahi istri elu!"

"Bergerak ngapain dan ke mana, bos?" tanyaku lagi. 

"Tidak jawaban pasti untuk itu, yang penting elu harus tetap bergerak kemana pun itu, yang penting Tuhan tahu elu sudah bergerak dan tidak menyerah pada ujian dan tantangan hidup, selebihnya soal hasil biar Tuhan yang tentukan ganjaran yang pantas buat elu!"

"Elu takut mati kelaparan gak?" katanya lagi.

"Mestinya sih enggak, bos," kataku menimpali. 

"Elu takut anak-anak elu mati kelaparan, gak?"

"Iya, bos," kataku lagi. 

"Makanya, bangkit elu sekarang, bergeraklah kemanapun ke depan, biar Tuhan yang tentukan ganjaran yang pantas untuk dirimu. Sudah yah, gw mesti lanjut ke urusan lain. Inget yeh, bangsat, elu jangan pernah terpuruk lemes seperti ini lagi ke depan. Awas elu!" kata suara itu sebelum menghentikan pembicaraan ini. 


Kamis, 30 Juli 2020
Siang hari, 

Hari mulai semakin panas, dan sebuah tantangan yang lumayan berat pun sudah menanti. Rasa kekhawatiran soal perjalanan siang ini sudah dimulai dari tadi malam. 

50 dus makanan nasi boks itu harus sampai ke sebuah titik jelang ujung utara kota, dan sebisa mungkin harus diangkut dengan motor. Karena kalau sewa mobil biayanya akan lebih membengkak, dan di tengah kombinasi dua serangan badai disrupsi dan badai pandemi ini, sebisa mungkin pengeluaran bisa ditekan sedemikian mungkin. 

Harus bisa lebih taktis, maka sebuah ikhtiar kegilaan pun dimulai dalam babak baru. 

Jangan tanya bagaimana beratnya perjalanan itu, mulai dari tali pengikat 30 nasi dus yang kendur di bagian belakang motor dan harus berhenti lagi untuk lebih merekatkan tali pengikat dari bahan tali rafia, lalu di beberapa saat juga posisi kardus miring ke kanan dan memaksa untuk berhenti lagi untuk membetulkan posisinya kembali ke posisi tengah, hingga teriakan himbauan dari pengguna jalan lainnya yang memberi tahu jika posisi kardus miring atau tali pengikatnya kendur. 

Ada pula masa harus melalui jalan yang super macet dan penyempitan jalan mulai kawasan Lenteng Agung, Tanjung Barat, hingga jelang kawasan Pasar Minggu. 

Perjalanan kegilaan ini terasa berat, hanya diperlukan keberanian untuk menjalaninya, tidak perlu banyak berpikir, dan berdoa sesering mungkin agar Tuhan berkenan bersedia melindungi perjalanan ini bisa tiba dengan sampai selamat sampai di tujuan. 

Biar pelanggannya puas, dan berkenan pesan kembali ke depan. 

Sungguh sebuah perjalanan yang berat, penuh sensasi, rasa keras kepala dan hati, hingga menjaga semangat kegilaan untuk tidak pernah kendur apalagi harus padam. Suluh harus tetap besar. 

Alhamdulillah, setelah sekitar 2 jam perjalanan, tuntas juga misi ini. 

Benar juga hardikan dari ruh tadi, kita hanya perlu bergerak sambil tetap berdoa, sementara hasilnya ikhlaskan saja kepada keputusan Tuhan. 

Kita hanya perlu bergerak, jangan pernah menyerah dan berhenti, kemanapun yang penting hati masih bisa menikmati prosesnya. 

Pelanggan pun nampak senang, semoga orderan-orderan berikutnya tetap terjadi. 

Semangat, jangan pernah berhenti. Tetaplah bergerak, selebihnya biar Tuhan yang menentukan hasilnya. 

Bogor, 31 Juli 2020 (tanggal catatan ini dibuat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!