CHAPTER 39: APA KABAR, ARAI?


Kemarin, Sabtu 16 Juli 2020, seseorang yang paling berarti mempertemukan ayah dan bundamu berkata, "Jangan lupakan anakmu yang satu itu, Der?"
Ya, beliau memang punya semacam kekuatan indera keenam, dan ayah tentu sangat menghargai pendapatnya itu.
Bukan soal kemampuan indranya itu, tapi soal hal yang mengingatkan ayah padamu, nak.
Nenekmu, soalnya, salah satu orang yang paling gak cocok dengan ayah di muka bumi kabarnya akan melego rumahnya, tempat dirimu bersemayam, nak.
"Kalau bisa ambil tanah makam anakmu, simpanlah dibotol, paling tidak sebagai kenang-kenangan, bahwa anakmu itu tidak terlupakan," katanya lagi.
Aku juga terima masukan itu. Buat ayah, sebenarnya dirimu pasti tidak pernah jadi kenangan, nak. Percayalah.
Pulang dari gerha kerabat yang sangat berarti dalam cikal bakal hubungan ayah dan bundamu itu, mata ayah tidak tahan untuk berkaca-kaca, walaupun entah kenapa ayah merasa, dirimu justru menahan ayah untuk tidak menangis mengingatmu.
Arai, mudah-mudahan, dirimu menyimak tulisan ayah ini dimanapun engkau berada kini. Ayah tentu berharap anakku ada di tempat terbaik dariNya di sana.
Arai, dengarkanlah, nak. Ini bukan cerita soal kesedihan, ini lebih ke soal perasaan rindu yang mendalam, dan tekad yang sangat kuat untuk bisa bertemu lagi dengan dirimu, kelak.
Ayah sangat kuat memeluk keinginan itu, sungguh.
Ada hal yang belum tuntas di antara kita.
Waktu dirimu pergi sekitar 11 tahun lalu (6 Agustus 2009), ayah sempat sedih, nangis parah di balik helm ayah menuju tempat kerja yang lumayan jauh dari rumah, marah dan protes juga pada Tuhan, kenapa dirimu diambil begitu cepat.
Agak lama, hingga ayah mencoba mendamaikan hati, jika ini sesungguhnya belumlah berakhir.
Ada cerita, akan ada cerita di ruang yang lain, untuk kita, ayah sangat percaya itu akan ada, nanti.
Sampai itu tiba, ayah cuma ingin memelukmu erat sekali, lama nian. Ayah ingin kemudian memangkumu, sambil tetap memelukmu erat, mencium kepalamu berkali-kali.
Ayah janji akan lebih erat lagi memeluk dan menyayangimu, hingga Tuhan tidak akan memisahkan lagi kita, selama-lamanya.
Tunggulah, nak, ayah janji akan memohon pada Tuhan, sangat mendalam, untuk mewujudkan keinginan itu.
Tidak ada lagi yang boleh pergi, tidak usahlah di surga yang kabarnya penuh kemewahan yang berlimpah.
Ayah cuma minta mimpi klasik yang sederhana, kita berenam; bundamu, kakak Oka, abang Arai, abang Rasy, Keanu, dan ayah bisa dapat tempat di pinggiran peradaban utama.
Bisa punya rumah dengan dua kamar pun gak masalah, nanti biar bundamu tidur sama kakak Oka, kita tidur berempat di kamar yang lain.
Kalau pagi datang, kita bisa lari-lari pagi bersama, atau sepedaan bersama. Bisa punya tanah untuk menanam bahan baku makanan untuk kita berenam, punya kolam ikan dan peternakan bebek atau ayam, kambing juga kalau boleh sama Tuhan kalau tidak dianggap berlebihan.
Sekolah? Hmm, gak usahlah, mungkin, di sini sajalah kita hingga kalian tumbuh besar kembali, pergi mengejar cita-cita saat tumbuh dewasa, tapi tetaplah kembali untuk pulang.
Bila risih, bangunlah pula gerha mungil di kawasan rumah kita, bersama pasangan hidup kalian masing-masing, tapi janji pada ayah jangan jauh-jauh.
Mungkin dirimu akan bertanya pada ayah, nak, "Kalau mau ke kota naik apa ayah?"
"Arai, anakku kesayangan ayah, mungkin kau ingin mobil seperti keinginan saudara-saudaramu, tapi entahlah, ayah justru berpikiran mending naik delman sajalah, supaya ayah gak perlu nyetir, kita duduklah di belakang pak kusir yang sedang bekerja mengendalikan kuda supaya tetap baik jalannya," kataku.
"Percayalah, setelah perjalanan sejauh ini di bumi manusia, ayah berpikir, kesederhanaan hidup akan membuat kita lebih mesra dan syahdu menjalani hidup, persoalannya lebih minim."
"Kok bisa begitu, ayah?" jika dirimu bertanya.
"Karena kalau hidup sederhana, kekhawatiran terbesar adalah soal kebutuhan makan dan minum. Mestinya kan di sana sudah tidak ada PLN yang bakal tagih biaya listrik, ataupun tagihan Telkomsel untuk biaya internet bulanan, jadi yang penting kita bisa makan dari kebutuhan yang ada di lahan kita, selebihnya kalau perut kita sudah kenyang dan ada tenaga, kita uruslah tanaman dan peternakan kita supaya ada tetap bahan untuk makan dan minum. Kalau sudah itu, kita kembali nikmati kawasan segar alam pinggiran, naik sepeda atau lari-larian bersama."
"Kalau sakit bagaimana biayanya, ayah?"
"Hmm, dunia medis itu menurut ayah, salah satu sarang kekacauan juga, bukan karena orang-orangnya gak baik, banyak yang baik, tapi kita tidak tahu yang mana, jadi kita tidak usah carilah mereka. Menurut ayah, mati berkali-kali dalam keadaan kenyang dan lapar akan tetap sakit, bedanya adalah keyakinan pada diri sendiri untuk diberi kekuatan dan keberanian olehNya untuk menghadapi setiap momen kematian, jadi kita bisa lebih ikhlas dan bergembira menyambutnya sebagai sebuah proses hidup yang alami yang sudah diatur oleh yang Maha Kuasa."
"Tapi kan aku juga mau naik mobil mewah seperti saudara-saudaraku dulu di bumi manusia," mungkin itu ujarmu kemudian.
"Tenang, nak. Mudah-mudahan hasil ladang dan peternakan kita berlebih dan cukup untuk dijual lagi."
"Buat beli mobil baru, ayah?"
"Enggak, nak, buat bayar argo semacam Gocar atau GrabCar di sana kalau ada. Atau kalau masih lebih mending, kita rental sajalah barang sepekan dua pekan buat jalan-jalan jauh."
"Kok gak beli saja, ayah?"
"Ayah malas pergi bengkel buat servis dan ke kantor polisi buat perpanjangan pajak, nak."
"Ayah, aku kan juga mau punya mobil sendiri di rumah!"
"Nanti sajalah kalau dirimu sudah dewasa beli mobil sendiri, ayah yang numpang dan dirimu yang nyetir. Masak ayah harus bandel lagi nyolong mobil seperti di bumi manusia dulu?!"
"Ayah pernah nyolong mobil dulu?"
"Hmm, bukan, nak. Ayah tiba-tiba ingat Eleanor di Gone in 60 Seconds."
"Eleanor itu siapa, ayah? Cewek ayah selain bunda?"
"Hmm, nanti saja kita cari waktu untuk cerita hal itu. Kamu pergi mainlah sama saudara-saudaramu dulu, ayah mau pergi dulu sekarang naik sepeda ke wilayah perbukitan. Sampai nanti yah, Arai. Sini dulu ayah peluk erat dirimu, cium kepalamu berkali-kali sampai ayah cukup puas dan pergi."
"Sampai nanti yah, nak, bantu ayah berdoa kita akan ketemu lagi dan selamanya tidak akan berpisah lagi, Aamiiin."
Arai, ayah sangat sangat sangat tidak terhingga sayang padamu, seperti pada bunda, kakak Oka, abang Rasy, dan Keanu.
Bogor, 19 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!