CHAPTER 40: MENGINGAT MENDIANG SAPARDI DJOKO DAMONO, MENGINGAT DOLORES O'RIORDAN DAN CHESTER BENNINGTON



Sebuah penghormatan khusus untuk mendiang Sapardi Djoko Damono, yang acap kali dinisbikan sebagai (salah satu) Bapak Puisi di Tanah Air yang meninggal di usia 80 tahun di hari Minggu, 20 Juli 2020.

-

Meski menjadi penyuka padanan diksi yang dirajut sedemikian rupa indah dan bisa dinikmati sebagai karya seni kelas tinggi, saya bukanlah penikmat sejati karya-karya mendiang Sapardi Djoko Damono. 

Saya ingat sahabat terbaikku di muka bumi sejauh ini, almarhum Igor, adalah orang pertama dalam hidup saya yang sangat suka dengan karya-karya mendiang Sapardi. 

Berulang kali, Igor menyampaikan puisi legendaris "Aku Ingin". Kemudian hari setelah itu juga beberapa kali saya diperdengarkan atau diperlihatkan pada puisi karya Sapardi yang lain, "Hujan Bulan Juni". 

Meski bukan penggemar garis keras mendiang Sapardi, saya termasuk orang yang percaya pada kemampuan rajutan diksi itu mampu mencipta imajinasi di setiap benak audiensnya. 

Rajutan kata yang pas dan padu padan itu bahkan mampu menstimulus energi dan kejernihan cara pandang bagi para penyimaknya. 

Padanan kata yang pas dan padu padan bahkan acap kali dapat menguatkan jiwa setiap penyimaknya, untuk dapat terus kuat dan bangkit dari setiap keterpurukan, lalu kembali berdiri bahkan berlari, untuk melanjutkan hidup dengan semangat yang tetap terjaga, bahkan bukan tidak mungkin memiliki semangat yang lebih besar ketimbang sebelumnya seperti para Bangsa Saiyya. 

Kepergian Sapardi dan duka mendalam di hati para penggemarnya, jujur langsung mengingatkanku pada dua sosok yang berjasa untuk terus menyemangatiku dalam perjalanan hidup, Dolores O'Riordan dan Chester Bennington. 

Ada masa dimana rasa kelam pada ketergantungan putaw, dan keinginan untuk lepas darinya itu sangat dipengaruhi oleh kedua vokalis besar yang meninggalkan dalam kondisi yang tidak dapat disebut normal dan layak. 

Ya, mungkin keduanya berhasil menyemangati orang-orang lain yang rusak sepertiku, tapi tidak bagi keduanya di bumi manusia ini. 

Tapi saya percaya, karya adalah abadi, lepas dari busur para pembuatnya, dalam hal ini Doloros O'Riordan dan Chester Bennington. 

Album "Bury the Hatchet" (artinya kira-kira "untuk berdamai") yang dirilis pada tahun 1999 itu sangat berarti buatku untuk lepas dari ketergantungan barang terlarang. Dua lagu di album itu, Dying in the Sun dan Just in My Imagination, sangat berpengaruh dalam tahapan untuk lepas dari ketergantungan pada hal yang sangat merusak diri itu. 

Meski saya tidak menyesal dan menganggap tahapan itu tetap sangat penting buatku dalam pembelajaran hidup, tapi percayalah drugs hanyalah ilusi yang membuatmu lari terlalu jauh dari kenyataan. 

Kenyataan memang acap kali ataupun bahkan sering kali terasa pahit untuk dikecapi, tapi bukan untuk dihindari, ia akan tetap datang diundang ataupun tidak. Lari dari masalah, justru akan menambah deretan masalah yang tetap akan datang. 

Berkat dua lagu itu khususnya, saya bisa dibilang berhasil mengejar banyak hal yang tertinggal dari kawan-kawan di lingkungan. Saya jadi lebih termotivasi untuk bisa sembuh, dan menyelesaikan masa studi di Tamalanrea KM. 10. Berkat Dolores O'Riordan, saya lantas speed-up seperti laju Sonic the Hedgehog...hehehe.

Lalu dimana Chester Bennington di kala itu? Album "Hybrid Theory" yang dirilis pada 24 Oktober 2000 adalah sajian panganan harian yang membantuku menyelesaikan tugas akhir yang sangat pantas diragukan keabsahannya di Tamalanrea KM. 10. 

Seorang kawan kategori bangsat yang berjanji membantuku menyeselesaikan tugas akhir itu malah kabur meninggalkanku, ya, namanya juga "bangsat". Pergi tanpa pernah bilang-bilang ataupun pamit. 

Tapi Chester dan kawan-kawannya sangat memotivasiku untuk terus menjadi seorang lone wolf yang abadi. Lengkingan Chester kala membawakan "One Step Closer", "Crawling" dan "In the End" sangat kuat membakar suluh dalam diri untuk berkobar sekeras-kerasnya, sekencang-kencangnya. Rasanya seperti merasa jadi Songoku ketika berubah menjadi Super Saiyya.

Itulah aku percaya, jika padanan kata yang tepat, dirajut sangat indah, ditemani irama, ritme, dan tekanan nada yang pas hasilnya akan sangat berpengaruh pada sebagian kalangan manusia. 

Terima kasih sebesar-besarnya kepada Dolores O'Riordan dan Chester Bennington. RIP. 

Selamat jalan kepada Bapak Sapardi Djoko Damono, dan turut berempati mendalam kepada para penggemarnya yang telah merasakan rasa yang sangat kehilangan. 

Bogor, 20 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!