CHAPTER 84: CATATAN PERJALANAN KALI KEDUA KE PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG



Ini adalah kali kedua, saya mengantar pesanan Pak Ari ke kawasan industri di Kabupaten Tangerang. Tepatnya di Pabrik Gajah Tunggal Tbk yang menurut data Google Maps ada di wilayah Kecamatan Pasar Kemis. 

Setahuku, Pak Ari sudah menjadi sosok petinggi di sana, tapi orangnya masih sama seperti dulu; ramah dan berpembawaan yang riang. 

Perjalanan ke Cikupa lumayan jauh dari rumahku, eh, tepatnya rumah Bu Yon, jaraknya 53 km kalau berdasarkan dari Google Maps per sekali perjalanan. 

Berbeda dengan waktu ngantar pertama kali, perjalanan kali ini terasa lebih dekat dan singkat. Mungkin juga karena perjalanan kali ini ditemani Kakak Oka. 

Dalam perjalanan pulang setelah antar pesanan, kami sempat berpapasan di lajur yang berlawanan rombongan buruh yang demonstrasi menuntut kenaikan upah. 

Banyak sekali, sampai memacetkan jalan lumayan panjang. 

Saya tidak ingin membela pengusaha, juga bukan karena tidak lagi mengandalkan gaji sejak 14 tahun lalu, tapi kebayang kalau buruh nuntut ke pengusaha, sementara pengusaha menghadapi tekanan disrupsi, pandemi, dan ancaman resesi, plus penyakit yang sudah lama berjalan di dunia soal ekonomi yang tengah lesu, belum lagi sistem birokrasi yang tetap acak adut di pemerintahan, kemana pengusaha harus mengadu?

Masak harus ikut-ikutan seperti kata Pak Doni Monardo untuk langsung mengadu ke Tuhan?

Jika usulnya seperti itu, kenapa para buruh juga tidak langsung mengadu ke Tuhan juga, ketimbang memacetkan jalan di tengah situasi menutup kebutuhan hidup yang semakin pelik, bahkan untuk kebutuhan dasar sekalipun?!

Kalau mau lebih tentu gak bisa sekadar ngandelin gaji dengan jadi buruh, apalagi kalau di strata yang rata-rata, mending kalau nyalinya besar jadi pengusaha saja, kalau memang amsyong, yah, setidaknya sudah berusaha. 

Saya akhir-akhir ini juga mikir, kalau memang jalannya sudah gak ada yah, pasti juga pasti dipanggil pulang sama Tuhan. 

Pasrah saja, meski bukan berarti gak berusaha dan lantas nyerah, isi kepalaku tetap berputar-putar mencari jawaban, sambil menghibur diri, setidaknya aku lebih beruntung ketimbang beberapa sahabat yang sudah pulang duluan di saat anak-anaknya masih kecil-kecil. 

Setidaknya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk mengejar, meraih, bahkan kalau perlu mengais rezeki. 

Setiap jelang tidur pun, aku masih memanjatkan doa yang sama layaknya kelas semenjana pada umumnya, "Terima kasih ya Allah atas segala berkah dan rahmatMu di hari ini. Semoga berkenan bersama kami (aku, bini, dan anak2) di sepanjang jalan di sini, Aamiin."

Dan kembalilah aku tidur dengan damai, bangun dinihari memang sudah lama males sholat Tahajjud, tapi sebisa mungkin selepas shalat Subuh masih sempatkan baca beberapa lembar halaman Al-Qur'an dan baca pula artinya yang dalam bahasa Indonesia. 

Kadang kalau mikir strategi hidup, rasanya rumusnya memang bisa apa saja...

Kemarin sempat lihat kisah Riddick Bowe selepas pensiun dari tinju. Dulu dia pernah jaya, dan hanya si Evander Holyfield yang pernah sekali mengalahkannnya, tapi dia berhasil juga dua kali mengalahkan lawannya itu. 

Selepas masa kejayaannya, ternyata Bowe hancur segala-galanya, rumah tangga hancur, finansial bangkrut, dan akhirnya sempat jadi sopir truk.

Ia sempat bilang jangan percaya financial planner. Lalu aku sempat ingat nama Jouska, sebuah nama lembaga keuangan yang sempat saya lihat wira-wiri di pentas utama pemberitaan nama negeri ini. Saya pernah malah datang ke beberapa acara konferensi pers yang melibatkan nama Jouska. 

Bosnya juga sempat malah masuk vlognya Deddy Corbuzier, hingga waktu membuktikan lembaga financial planner ini terganjal masalah hukum, karena disebut melakukan tindakan penipuan dana nasabahnya. 

Dalam perjalanan pulang tadi, saya berpikir, mungkin juga karena saya bukan orang kaya dan belum pernah juga jadi, jadi saya memang tidak mengerti dengan masalah perencanaan keuangan. 

Yang saya tahu soal perencanaan keuangan adalah hemat2 sekarang, investasikan dana biar aman di masa depan. 

Tapi buat kelas semenjana sepertiku, kadang mikir juga, iya kalau umur panjang, kalau enggak bagaimana? Sudah bersakit-sakit sekarang, eh, malah koit kemudian...

Ya, namanya juga pemikiran kelas semenjana, dimaklumi saja kalau banyak bolong bopengnya. 

Saya cuma tahu nikmati saja hari ini, kalau besok susah yah mungkin sudah takdirnya, toh, sepanjang hidup sejak SD saya sudah terbiasa cari duit dengan jualan. 

SD jualan permen Bento di kelas, SMP bersihkan kuburan di Karet Tengsin, SMA jualan baju topi kalender dan mulai main judi kiu-kiu, kuliah jangan tanya tambah sering cari duit.

Kalau mikir lagi, selepas SMA, mendiang Bapakku dan Ibuku juga bukan kategori orang tua yang berkomunikasi dengan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan persoalan mereka sendiri. 

Jadi kalau kemudian, akhirnya saya bisa kuliah di Unhas, itu sungguh-sungguh kebetulan belaka. Orangnya persiapannya cuma sekitar sebulan, dan malamnya juga banyak dipakai mabuk atau berkelahi atau judi juga. 

Jadi dengan track record seburuk itu bisa punya bini cantik, punya anak-anak yang rupanya keren-keren, punya rumah meski kecil alhamdulillah sudah lunas, hmm, alhamdulillah juga gak punya tanggungan cicilan di bank atau kartu kredit (karena gak punya juga kartu kredit). 

Paling sebisa mungkin cari biaya buat makan, minum, bayar listrik, bayar internet, biaya kebutuhan dapur dan kamar mandi, dan biaya ujian anak2. Alhamdulillah, tahun ini ada keajaiban biaya sekolah anak-anak dapat tanggungan beasiswa. 

Yah, namanya manusia normal, meski kelas semenjana, pasti mikir juga, bagaimana yah nasib anak-anakku di masa depan?

Tapi kalau lihat perjalananku sendiri, bisa jalan sejauh ini saja sudah luar biasa alhamdulillah (pake banget), dan satu hal yang kurasa lebih baik dari kedua orang tuaku pada anak-anaknya, aku biasakan berkomunikasi sama anak-anak sebagai kawan, termasuk melalui pertanyaan2 simpel, "Menurut kalian apa yang kurang dari ayah sekarang, kecuali soal lagi bokek yah dan apa yang mesti ayah perbaiki supaya jadi ayah lebih baik lagi?"

Anak-anak pun sudah menyampaikan jawaban versi mereka masing-masing, tapi untuk itu tidak perlulah kubuka di sini... hehehehe...

Bogor, 18 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!