CHAPTER 85: MELAWAN DENGAN HALUS



Baru saja puyeng kembali, 3 ayam kampung yang diambil tadi pagi, salah satunya tua.

Ini berarti sudah dua ayam tua dalam dua hari terakhir.

"Bilangin ke abangnya ini tua," kata bini sambil menaruh ayam yang sudah diungkep ke plastik putih.

Saya pun berangkat kembali ke penjualnya. Dalam perjalanan ke sana, saya berpikir bagaimana negosiasinya, kalau disampaikan dengan komplen marah-marah dengan filosofi "pembeli itu ian kasela, eh, radja) atau pakai emosi, pasti abangnya melawan balik.

Sepanjang jalan menuju sana, kepalaku berpikir. Lantas aku berkesimpulan mending pasrah saja dengan teknik nego halus yang persuasif.

Alhamdulillah, abangnya gak pake lama langsung suruh anak buahnya ganti, lebih gede lagi.

Ya benar juga, gak semua persoalan memang bisa diselesaikan dengan tensi tinggi. 

Mungkin kiat jitu ini juga bisa dipalai untuk merespon si Zonk atau ayah naen, artinya gak perlu terjebak dengan cara super bego seperti dirinya. Ya, orang kayak Zonk memang bisa kaya raya dan punya kedudukan yang tinggi di negeri ini, tapi mata hati dasar kita sebenarnya bisa melihat jika integritas dan kredibilitasnya tidak lebih tinggi ketimbang seonggok, sori, tokai.

Seorang kawan baik bertanya, kenapa ada seorang seperti kawannya sangat membela kerumunan bijik ketombe.

Saya bilang, Lex Luthor yang jelas-jelas jenius memilih jalan jadi penjahat besar, apalagi kalau yang level intelektualitasnya tidak lebih gede dibanding upil Lex Luthor 😅👌.

Sesampainya di rumah, aku sampaikan kabar keberhasilan negosiasi dengan pedagang ayamnya, dia pun senang. 

"Kini aku tauk, pokoknya kalau dapat ayam yang kulitnya hitam atau pas dibelek ada kayak warna kuning-kuning di kulitnya pasti tua," kata bini lagi. 

Bogor, 21 November 2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!