CHAPTER 91: ENTAH BERAPA LAMA



Hari ini, atau mungkin sudah setahun terakhir setidaknya, aku kerap termangu dan bertanya pada Tuhan, "Kira-kira berapa lama lagi badai ini terus akan menerpaku dalam posisi bertahan?"

Rasanya, jujur melelahkan dan sangat menguji kesabaran. 

"Apa lagi yang bisa dan harus kulakukan ke depan, agar bisa dapat kembali melangkah dan tidak hanya semata bertahan?"

Jujur, aku mulai lelah dan seperti kehabisan ide, mesti bagaimana selain hanya bisa pasrah. Bukankah Engkau bilang, setiap manusia ciptaanMu tidak boleh berputus asa, akan ada harapan lagi nanti buah dari kesabaran...

Dan aku masih tetap sabar, ditengah lelahku dan kehabisanku.

Berat, tapi aku tidak ingin mengembik. Aku yakin ujian seperti ini belumlah apa-apa, Engkau pasti bisa mengujiku lebih berat lagi jika berkenan. 

Jadi aku hanya bisa memupuk rasa sabar, karena setiap langkah yang bisa kulakukan telah kulakukan, sepertinya. Ini memang sudah seperti di luar batas kemampuanku, anugerah kemampuan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku sebagai ciptaanMu, maka selebihnya aku hanya bisa berserah diri padaMu. 

Aku tentu tidak bisa dan tidak boleh menyalahkan, dan aku juga tidak punya keberanian untuk itu, maka dari itu aku hanya bisa pasrah. Bahkan aku merasa sangat berdosa jika tidak bisa bersyukur sudah bisa dikasih kesempatan berjalan sejauh ini, dengan segala pencapaian yang ada. 

Mungkin memang sudah mendekati akhirku, mungkin, jadi kucoba tenangkan jiwaku, pikiranku. "Tenanglah, Der. Kau tidak bisa mengarang sendiri jalan alur hidupmu, kau hanyalah mahluk ciptaanNya, maka nikmati sajalah dengan segala pasang surutnya. Berakhir seperti apapun setiap cerita hidup adalah kuasaNya, dan itu sudah pasti anugerah, apapun itu."

Maka, izinkanlah selalu, Tuhan, agar aku dapat berterima kasih dan bersyukur atas segala apapun yang terjadi. 

Damaikanlah hati dan pikiranku.

Damaikanlah hati dan pikiran bini tercinta. 

Damaikanlah hati dan pikiran anak-anak kami.

Kami percayakan takdir kami padaMu.

Ini bukan soal keluh-kesah, cacian dan gerutuan, bukan pula bentuk keputusaasaan. 

Ini adalah doaku di sepanjang jalan yang ada membentang, sekarang dan ke depan. 

Itu saja. 

Bogor, 27 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!