CHAPTER 311: RESENSI FILM THE INTERN (2015) - PENGALAMAN TIDAK PERNAH USANG

 the_intern

Akhirnya senang bisa menyempatkan waktu menulis resensi film The Intern (2015). Rasanya seperti “berdosa” kalau enggak sempat menulis resensi salah satu film terbaik yang pernah saya tonton ini.

Pernahkah Anda merasa sekian tahun, bahkan puluhan tahun pengalaman yang dimiliki akan kalah kompetisi dengan generasi muda digital sekarang? Ya, saya pernah, beberapa kali. Dan film ini seperti pengingat, jika pandangan itu keliru.

Ben Whittaker (Robert De Niro) adalah pensiunan VP (Vice President) di perusahaan buku telepon berusia 70 tahun. Secara finansial, Ben nampaknya tidak memiliki kesulitan. Ia hanya merasa kesunyian, setelah memasuki usia pensiun dan istrinya tercinta telah meninggal dunia duluan. Sementara anak, menantu dan cucunya hidup di kota yang lain.

Di tengah masa kesunyian itu, tiba-tiba suatu waktu Ben melihat ada lowongan kerja untuk pria seusianya sebagai senior intern (semacam karyawan perbantuan) di sebuah perusahaan online fashion yang didirikan seorang perempuan muda, energik, cantik dan gila kerja bernama Jules Ostin (Anne Hathaway).

Ben yang berkarakter tenang, bijak dan memiliki rasa humor yang tinggi awalnya tidak diperhatikan kehadirannya oleh boss cantiknya tersebut. Di sini, saya sempat merasa inilah potret realitas peralihan jaman, yang tua akan kalah dengan yang muda generasi digital akut. Hingga potret-potret lain terungkap di film ini dan terasa nyata di adegan-adegan berikutnya…

Jules Ostin yang sukses dalam karir, ternyata banyak kelemahan dalam sisi kehidupan yang lain. Suaminya yang memutuskan berhenti bekerja di tengah karir yang gemilang dan menjadi bapak rumah tangga untuk anak semata wayang mereka, kemudian waktu ternyata mulai berselingkuh. Ostin juga ternyata tidak memperhatikan waktu istirahat dan makan dengan dengan baik. Belum lagi ibunya yang super perfeksionis yang kerap menelpon di berbagai kesempatan.

Tantangan terberat, perkembangan perusahaan yang semakin berkembang pesat, membuat Jules Ostin dan rekannya mulai berpikir dan mencari CEO baru. Pasalnya sang investor yang menginginkan adanya CEO baru pengganti Jules Ostin yang dianggap kurang cakap untuk mengelola perusahaan untuk menjadi lebih besar.

Di tengak kegalauan dan tekanan yang dirasakan, Jules Ostin akhirnya memutuskan mengontrak calon CEO baru dari San Fransisco. Hingga suatu waktu, Ben dan suaminya Matt (Anders Holm) menemuinya secara terpisah. Matt mengatakan dirinya meminta maaf dan berupaya memperbaiki hubungan pernikahan mereka.

Sementara Ben mengatakan hal yang membuat Jules Ostin kembali bersemangat menjalankan semangat hidup dan pekerjaan, tentu dengan cara yang lebih sehat. Ben kira-kira mengatakan, jika Jules Ostin adalah potret pekerja yang memiliki semangat, kewibawaan dan kreativitas terbaik yang pernah dilihatnya dalam membangun sebuah perusahaan.

Hal yang saya tangkap adalah, setiap orang yang sukses butuh antusiasme, cinta, semangat dan kreativitas dalam menjalankan dunianya. Jika persyaratan ini semua terpenuhi, maka pengalaman tidak akan pernah menjadi tua. Yup, setuju dengan pesan moral film ini, “Experience never gets old”.

Buat yang belum nonton, saya rekomendasikan nonton sebagai penyemangat hidup. Sementara buat yang sudah, ada komentar lain yang berbeda kah…

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!