CHAPTER 8: ZOLENK MELAKUKAN KESALAHAN FATAL YANG SAMA
Suatu ketika di masa depan si manusia kayu itu akan menerima
hukumannya; ditolak sedemikian rupa berkali-kali dari banyak orang dalam waktu
yang lama, percayalah!
-
Sewaktu masih di kelas dua SMA, suatu ketika mata Zolenk
tertuju pada satu wajah di kelas 3 Sos. “Wuih, cantiknya,” gumamnya dalam hati.
Ternyata sang perempuan cantik dengan rambut panjang dan
pipi chubby itu juga tengah
melihatnya. Pandangan mereka pun beradu, dan sang kakak kelas cantik itu malah
tersenyum.
“Aduhai, cantiknya,” guman Zolenk kembali. Seketika matanya
berbinar-binar laksana bintang, tapi bukan bintang di langit, tapi bintang film
India yang ingin berjoget.
Beberapa kali kejadian itu berulang di beberapa hari
selanjutnya. Zolenk pun yakin sang kakak kelas pun menaruh perhatian yang sama
pada dirinya. Maka dengan jurus Dewa Buaya tingkat dasar yang dulu manjur
dipakai saat SMP dua kali, Zolenk pun berkirim secarik kertas.
Isinya klasik, “Dirimu cantik banget deh. Mau gak jadi
pacarku?”
Gayung pun bersambut, sekali lagi Zolenk jatuh cinta
sekaligus merasa jika dirinya cukup keren bisa menggaet hati kakak kelas
bernama Vivi itu.
Kota Makassar khususnya jalan Baji Gau pun seketika cerah
secerahnya, bagus sebagus- bagusnya, dan seketika Zolenk ingin meniru gaya tereak
Bang Ben, “Woi, orang-orang kampung, aku sudah punya pacar lagi.”
Akhirnya sadel belakang Suzuki Crystal, bebek 110cc itu
didudukin juga sama yang namanya "pacar".
Dunia pun berubah, di kepala Zolenk seketika diisi dengan
sosok Vivi dari pagi sampe malam. Dan Vivi pun nampak sayang banget juga ke
Zolenk, termasuk nemenin cowok edannya jalanin hobi nonton di jam tayang siang
atau sore. Pasalnya kalau malam, harga karcisnya lebih mahal, gan...
Saking lengketnya, Zolenk terus-terusan sama Vivi di sekolah
atau selepas pulang sekolah. Kalau gak di rumah Vivi, yah ke rumah Zolenk, atau
jalan-jalan mengitari kota Makassar.
Segala hal pun dibahas termasuk membaca garis tangan, hingga
di satu titik, jiwa manusia kayu Zolenk kembali muncul. Dia kembali dihinggapi
disorientasi hubungan, “Mau dibawa kemana hubungan ini?”
Dia kembali mengulangi kesalahan yang sama pada Latifa dan
Naning dulu, dan kini di kota Makassar, situasi itu kembali sama.
Vivi pun merasakan perubahan drastis sikap Zolenk. “Apa yang
salah, kan kita baru mulai hubungan?” tanyanya.
Dari jarak gak terlalu jauh, Papanya Zolenk yang awalnya
cukup senang melihat putra sulungnya akhirnya punya pacar memantau dialog putranya
dengan Vivi. Sementara Zolenk hanya diam dan terpaku bisu.
Papanya pun mendekat, “Jangan begitu, nak. Vivi ini sayang
sekali sama dirimu. Teruslah pacaran, ini anaknya baik lho,” kata Papa Zolenk
tiba-tiba mendekat dan ikut campur. Sementara Vivi cuma bisa menangis layaknya
cewek pada umumnya yang merasa kecewa berat.
“Bagaimana kalau kita break sejenak saja untuk mengatasi rasa
bosanmu, dan kita kembali seperti sedia kala ketika kau sudah kembali gembira,”
kata Vivi mengelus kepala Zolenk, tanda dia memang sayang sekali pada cowok
brengseknya itu.
Zolenk pun masih diam, hingga Vivi meninggalkan balkon di
lantai dua rumah nenek Zolenk. Sambil menangis, dia berjalan kaki menuju depan
kompleks untuk naik angkutan umum kembali ke rumahnya dengan hati yang hancur.
Ya, kejahatan Zolenk ini di masa depan pun berbalas. Di masa
kuliah sepanjang lima tahun, tidak ada satupun cewek cantik lagi yang mau pada
dirinya. Nasib percintaannya berubah sejelek-jeleknya sejelek perawakan dan
sikapnya yang cemen.
“Vi, maafkan aku yang kembali naif memperlakukanmu sungguh
kekanak-kanakan dan slebor. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan kebahagiaan di
sepanjang hidupmu, sekarang dan ke depan, amin,” suatu ketika Zolenk bersuara
dengan volume kecil di suatu waktu di masa depan. Isi suaranya lebih kepada
sebuah upaya pemanjatan doa sekaligus permintaan maaf.
Ya, jejak hari ini adalah buah dari jejak yang ditoreh di
masa lalu. Buah yang dipetik hari ini adalah benih yang ditanam di masa lalu.
Dan seketika awan hitam lama bergelanyut lama cukup panjang
periodenya di kehidupan Zolenk. Lama sebagai hukuman atas perilaku bodohnya
memperlakukan para dewi yang pernah datang dalam hidupnya.
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar