CHAPTER 4: DAPAT DUIT DARI NAMBANGIN DAN TENDANGAN GELEDEK

Mencari duit dari usia ini adalah hobi buatku. Di masa putih abu-abu salah satunya dengan nambangin, sebuah istilah anak-anak Betawi untuk kegiatan membersihkan makam atau kuburan.

Paling ramai itu adalah saat jelang Lebaran dan setelahnya, karena banyak orang yang nyekar ke makam sanak saudaranya.

Saat itu, meski anak-anak Betawi RT 3 di kawasan Karet Tengsin memusuhiku, tapi anak-anak Betawi dari RT 6 cenderung lebih baik dan bersahabat. Aku sendiri dapat disebut memanfaatkan rasa permusuhan di antara anak-anak remaja tanggung di antara kedua RT tersebut.

Oleh anak-anak RT 6 inilah aku belajar soal nambangin. Modalnya cuma arit (semacam celurit ukuran kecil) untuk bersihkan kuburan dan sedikit keberanian modal bicara, “Saya bersihkan yah makam, pak/bu.”

Dan tanpa menunggu jawaban langsung saja bersihkan. Dalam sebentaran doang, sekali bersihkan bisa dapat Rp2 ribu – Rp5 ribu. Alhasil dalam sehari bisa dapat puluhan ribu rupiah, lumayan buat nambah koleksi baju Griffon, CF dan Hammer, atapun celana Tira. Oh iya, di saat-saat terakhir tinggal di Jakarta, aku juga mulai suka sneakers yang mereknya LA Gear. Keren, aku punya satu warna biru.

Rajin nambangin ini juga memberi hikmah dalam pergaulanku. Beberapa anak RT 3 yang memusuhiku dulu malah jadi kawan baik, bahkan hampir semua kecuali yang namanya Alaq yang usianya sebenarnya di bawahku. Saat aku sudah SMP, Alaq masih SD, tapi pamannya adalah salah satu pentolan preman di RT 3.

Usut punya usut ketidaksukaannya karena salah satu cewek yang dia incer menaruh perhatian padaku, meski kami sama sekali tidak pernah berkomunikasi. Aku cuma tahu kalau cewek gebetannya suka melihat dan tersenyum padaku.

Kegiatan nambangin itu juga caraku mulai bersahabat dengan alam. Enak lho, nambangin di antara desiran angin di kompleks makam sambil liat bunga Kamboja yang bertumbuh mekar dalam jumlah banyak.

Selepas nambangin, biasanya kita juga tutup dengan kegiatan nangkap belakang kayu berukuran besar dan berwarna coklat untuk disate, dibakar lalu dimakan bareng.

“Bagaimana rasanya? Enak kan kayak daging ayam?” kata Pepen, anak RT 3, yang usianya lebih tua dariku. Pepen kakaknya Dudik, salah satu anak RT 3 yang turut memusuhiku di awal, walaupun akhirnya kami juga berteman cukup baik.  


“Enak, Pen. Tahu gitu dari dulu saja rajin nangkap belalang kayu buat dimakan,” kataku. 

Kegiatan lain selepas nambangin adalah main bola bareng. Dan untuk urusan ini, aku salah satu jagonya. Bahkan saat itu aku sempat jadi pemain kontrakan, sebuah istilah buat pemain yang diajak main bola untuk wilayah lain untuk sebuah kompetisi sepakbola anak-anak. Bayarannya dapat belasan ribu rupiah dan seragam gratis.

Ya, urusan main bola salah satu kepiawaianku sampai zaman kuliah. Aku punya tendangan kanan yang keras, mirip-miriplah dengan tendangan Captain Tsubasa.

Tendanganku ke arah bola keras dan kencang menyusur tanah dan sulit buat para kiper saat itu untuk menahannya.

Nomor punggung pilihanku, 12. Buat penggemar bola di era akhir 80an hingga awal 90an pasti tahulah itu nomor punggung siapa...


(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!