CHAPTER 18: KUPAS KISAH DI BALIK DAPUR SIAPA ZOLENK SEBENARNYA


Cerita kali ini bukan kelanjutan kisah Zolenk, lebih kepada upaya menjawab beberapa pertanyaan, kritikan dan usulan untuk adonan kelanjutan kisah si Zolenk.

Biniku nanya lagi pas hari Minggu kemarin, “Kenapa sih namanya Zolenk, yah? Itu nama panggilan ayah waktu muda yah?”

Saya katakan, "Tidak dan sama sekali gak pernah aku dipanggil Zolenk. Cuma aku pengen pilih sebuah nama dan sosok yang sesuai jiwanya. Nama Zolenk itulah yang paling mendekati. Toh, tidak harus semua tokoh itu keren dan romantis kayak Galih Rakasiwi, Mas Boy, Rangga atau Dilan. Mungkin karena memang Zolenk anaknya gak  percaya dirian, agak minderan, kurang rupawan, dan bisa dilbilang kisah cintanya lebih buruk (bahkan jauh lebih buruk) dibanding Gusur dan Boim Lebon.”

Zolenk itu adalah simbol manusia yang tetap berjalan meski dalam gelap, ataupun di bawah pendaran setengah cahaya yang temaram.

Ada seorang sepupu dari salah satu sahabatku sejak SMA yang dulu pernah beberapa kali menyebut sebuah aliran musik yang mungkin bisa menggambarkan sosok Zolenk. Entah asal-asalan dia sebut atau memang benar adanya, yaitu aliran musik “patetic gothic”. Saya juga gak tahu seperti apa itu definisi aliran musik “patetic gothic”, tapi secara interpretasi bebas, aliran musik ini adalah aliran musik yang bernuansa gelap dan keluar dari kehidupan yang mainstream.

Sebuah aliran musik yang kelihatannya ramai nada tapi esensinya sepi, sunyi dan kosong, tapi bukan berarti jadi teknik meditasi yah sama sekali bukan. Mungkin pula kalau diilustrasikan jadi judul film Indonesia yang paling pas adalah “Kuldesak” (1998) meski tetap belum terlalu pas, mungkin “Trainspotting 2” (2017) yang paling pas meski enggak juga tapi setidaknya mendekatilah. 

Ya, intinya Zolenk itu bukanlah bagian yang penting untuk diperhatikan, dia adalah sosok yang ada di antara ada dan tiada. Misalnya begini, dia bisa saja berjalan di tengah teman-temannya yang semprot-semprotan pilox untuk merayakan kelulusan sekolah, namun tidak ada satupun yang mencoret seragamnya.

Apakah dia anak yang aneh? Enggak juga begitu, dia tetap berteman dengan beberapa orang, berinteraksi layaknya manusia normal. Apakah dia pribadi yang mudah menyerah? Enggak juga, malah Zolenk bukanlah pribadi yang mudah menyerah dan tetap senantiasa berusaha terus berjalan di sepanjang hidupnya. Hanya saja dia sering kali berjalan di dalam rel yang dia ciptakan sendiri dari imajinasinya.

Mungkin pula Zolenk punya kesamaan ilustrasi ruang hidup dengan Bruce Wayne di masa kecil, bukan sama sekali soal kekayaan materi yang ibarat bumi dan langit, melainkan mereka berjalan di sebuah ruang kehidupan dengan level kegelapan, keriuhan, kekisruhan, kesimpangsiuran yang pekat layaknya yang senantiasa terjadi kota Gotham.

Bahkan sesekali pun Zolenk turut merasa bangga di dadanya, kalau ada yang memanggilnya “hey, setan”, bedanya setan kecil satu ini percaya pada Allah SWT dan RasulNya.

Hmm, nyinggung soal kota Gotham, saya jawab saja deh, khawatir ada yang bakalan nanya lagi, “Apa Zolenk layak masuk Suicide Squad?”

Mungkin saja Zolenk pantas masuk meski tentu bukan sebagai Harley Quinn apalagi yang versi Margot Robbie yang seksinya minta ampun. Si Zolenk kemana-mana masih pakai celana panjang, maklum dia sadar diri dirinya gak ada seksi-seksinya.

Ya, Zolenk hanyalah potret dari ketidakpopuleran, dia tidak hidup dengan pihak ketiga, dia adalah pribadi yang lebih banyak bergelanyut dalam alam pikirannya sendiri guna ingin menemukan sesuatu yang disebutnya identitas yang genuine, bukan turu'turu'kang dalam istilah Makassar atau ikutan-ikutan kalau di-bahasa Indonesia-kan.

Itulah Zolenk tidak sangat layak diperbandingkan dengan para hebat bintang di atas langit dan singgasana kejayaan dengan kemampuan mempadupadankan diksi-diksi yang ilmiah dan cerdas, atau bahkan sekadar dengan tuntutan membuat narasi cerita yang lebih hidup. Tidak, dia jauh dari level kecerdasan seperti itu.

Tapi Zolenk bukanlah pula substansi  kelam keterpurukan panjang seperti lagunya Slank yang “Terbunuh Sepi”. Dia selalu berusaha untuk berkelit dari kekalahan yang abadi.

Intinya Zolenk hanyalah sebuah cerita yang agak kontroversial dari ruang kegelapan, kalaupun ada warna terang tetap terasa mencekap layaknya ketika warna ungu terbungkus kilatan kabut hitam yang biasa muncul di komik cergam tentang Batman yang dibacanya saat masih anak-anak.

Zolenk pun dapat sangat pantas digambarkan sebagai standar terbawah dari semua aspek kehidupan. Anda bisa menjadikannya sebagai benchmark atau stimulan jika tengah butuh landasan atau jembatan atau sebagai keset sekalipun supaya dapat terus bergerak ke depan.

Pokoknya, janganlah sampai kalah sama Zolenk, sebuah batas terbawah dari kehidupan yang seyogyanya harus mampu mendorongmu lebih jauh, bahkan lebih jauh dan harus lebih jauh dari manusia segelap Zolenk.

“Zolenk, lu gila yah?” kata orang-orang.

“Eh, iya bener, itu nama tengahku sebagai sebuah kehormatan. Kok kamu tahu?” kata Zolenk berbinar-binar.

“Eh, Zolenk, lu jelek kayak monyet.” kata orang-orang lagi.

“Iyalah,” jawabnya bangga menempuk dada.

“Eh, Zolenk, kamu jangan sok pinter deh,” kata orang-orang lagi.

“Eh, kok nuduh sih. Kalau pinter itu temen aku namanya Yusran dan Ochan. Masih banyak lagi yang lainnya, cuma kalau standar penulisan yang baik, pinter dan bener, aku rekomendasikan dua teman baikku itu,” jawab Zolenk lagi.

“Lu pengen jadi bintang yah?” kata orang-orang lagi.

Yup, bener, bintang untuk diriku sendiri,” pungkasnya.

Oks, selamat malam, kawan. Sudah lewat pukul sepuluh malam saat tulisan ini tuntas di tanggal 19 Februari 2018.

Semoga menjawab yah. Intinya nanti kalau baca lagi tentang kelanjutan perjalanan hidup Zolenk gak perlu terlalu banyak mikir yang susah-susah. Nikmati saja sebagai hiburan dan buat lelucon untuk dirimu, jika ternyata ada yang lebih bodoh dari dirimu.

Ya, siapa lagi kalau bukan Zolenk yang dulu teramat sering mendapat penolakan spontan dan seragam dari para cewek cantik yang dikejarnya.

“Maukah kau jadi pacarku?” kata Zolenk.

Dan ibarat irama musik orkestra yang megah, cewek-cewek cantik itu kompak menjawab serentak, “Ndak mau!”

Sampai ketemu di kisah-kisah Zolenk berikutnya, dan eh, jangan lupa tetap bahagia yah...

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!