CHAPTER 7: ANTARA GURU BP DAN UBI GORENG KHAS MAKASSAR
Salah satu hal yang ngangenin
di kota Makassar adalah menu makanan singkong goreng tapi biasa lazim disebut
ubi goreng, lengkap dengan sambal tapi biasa disebut lombok dengan cita rasa
yang khas.
Lombok dari ubi
Makassar adalah signature yang belum
pernah ditemui Zolenk di kota lain. Menurut berbagai sumber, bahan lomboknya
juga terbuat dari ubi dan dikasih cabe serta campuran antah berantah yang
membuatnya kental kayak lem prangko di kantor pos.
Inilah santapan favorit Zolenk dulu saat masih menetap di
Makassar, mulai dengan teman-teman main bola di kawasan Perumnas Makassar saat
masih SD, hingga di salah satu kantin sederhana yang ada di SMA 2.
“Woi, Zolenk. Jangan sae
kau bolos di sini. Nanti ada guru BP nanti kami yang ditegur ndak boleh lagi jualan di sini,” kata
perempuan muda yang biasa dipanggil “ibu” sama anak-anak yang mampir jajan di
situ.
Saking asyiknya makan ubi, Zolenk jadi makin malas masuk kelas
2 Sos 1. Yah, di dalam kepala Zolenk yang butek, nikmatnya ubi khas Makassar lengkap dengan
lomboknya adalah jauh lebih nikmat dibanding masuk ke dalam kelas mendengar celoteh
guru.
Toh, hukuman guru sudah menjadi santapan bulanan Zolenk mulai dari jari tangan
dipukul penggaris kayu, perut dicubit sampe melintir karena (lupa) masukkan
baju, hingga rambut yang dijambak trus diguncang-guncang karena rambut tetap
agak panjang setelah tanggal 10.
Hukuman itu malah dinikmati oleh Zolenk.
“Tuk, ada guru BP ke sini. Bagaimana mi ini, Zolenk,” kata ibu kantin panik.
Zolenk pun bergegas masuk ke bangunan rumah semi permanen
yang ditinggali ibu itu bersama suami dan keluarga kecilnya. Setelah copot
sepatu, dia langsung berbaring di kamar depan di sebuah dipan untuk satu orang.
“Woi, bangun kau. Apa seng
alasanmu tidak masuk kelas, anak nakal?” tepuk guru BP ke kaki Zolenk.
Sambil pura-pura bangun dari tidur, Zolenk pun pura-pura
buka mata seperti orang habis tidur. “Sori, pak. Saya kurang enak badan,
semalam ronda di rumah karena lagi banyak pencuri.”
“Hmm, Alasan mi sedeng. Yawda, pulang saja sana,
kalau kurang enak badan,” kata guru BP lagi.
Dengan langkah tertatih-tatih yang dibuat-buat, Zolenk pun
melangkah ke kelasnya untuk mengambil tas lalu pulang. Seisi kelas pun sudah
maklum, kalau si bengal paling gak pulang tapi cuma pindah ke sebuah warung di
dekat pertigaan jalan yang berada di depan pintu gerbang sebuah SMK.
Ya, tebakan teman-temannya benar. Sebotol Mansion Vodka yang disembunyikan di balik baju seragamnya bergegas dikeluarkan dan ditenggaknya di warung itu. Di situ ia tidak sendiri, karena warung itu juga menjadi tempat ngumpul beberapa anak bengal dari beberapa sekolah
lain yang ada di sekitar jalan Baji Gau dan sekitarnya.
Baru ketika dilihatnya teman-temannya pulang sekolah, Zolenk
kembali ke sekolah buat mengambil motornya dan pulang.
-
“Mau ko jadi apa, Zolenk? Banyak sekali ini bolosmu?” kata
guru BP.
“Nanti ndak naik kelas kau, nak,” kata pak guru BP lagi
menasehati, dengan nada antara kesal dan sayang juga sebagai orang tua.
“Ndak papa kalau tinggal, pak. Nanti saya minta pindah
sekolah saja ke sekolah yang lebih jelek sama papa saya yang penting naik
kelas,” kata Zolenk.
Dan sang guru BP pun berhasil menggeram dengan sukses.
-
Suatu ketika, si Zolenk pun berhenti makan ubi. Hari itu dia
punya agenda lain di sekolah, tiga kali pula, yaitu berkelahi dengan Andrieka.
Pertama di dalam kelas, kedua di lapangan basket, dan ketiga di lantai 2 kelas
2 jurusan A2.
“Woi, sudah. Jangan berkelahi lagi,” kata Fadli, anak kelas
3 yang kemudian hari sukses menjadi pentolan salah satu group band tersukses di
zamannya.
Fadli pun mengajak kedua adik kelasnya itu ke sebuah kelas,
berdiskusi dan lalu mendamaikan. “Kalian ini kan sekelas, masak harus
berkelahi, malulah sama teman-teman yang lain,” kata Fadli.
Zolenk dan Andrieka pun sepakat berdamai, meski setelah itu
hubungan keduanya tidak lagi pernah sama dengan sebelumnya yang sering jalan
bareng.
Waktu terus berjalan, tidak ada tegur sapa di antara
keduanya di sisa waktu yang berjalan di kelas 2 Sos 1. Zolenk pun terus
membolos, makin rajin. Andrieka pun berubah lebih pendiam hingga dia tiba-tiba
saja menghilang pindah sekolah pada saat kenaikan kelas 3.
Bagaimana dengan Zolenk? Dia berhasil naik kelas 3, meski
dengan rekor bolos terbanyak. Zolenk naik kelas dengan posisi ranking 45 dari
48 siswa, tiga siswa yang dikalahkan Zolenk tinggal kelas termasuk Awank
pesaing terdekat rekor bolos Zolenk.
“Badjingan, masak rekor bolosnya lebih banyak bisa naik
kelas, saya tidak?!” kata Awank menggerutu.
Ya, sebuah kenyataan pahit buat Awank si anak Bantaeng yang
harus tinggal kelas untuk kedua kalinya di SMA 2 Makassar.
Tidak ada perayaan yang dilakukan Zolenk. Di warung kecil
seberang jalan SMK, dia hanya mengambil botol Mansion Vodka dari saku kanan
belakang. Di samping ada anak bengal lainnya, yang ini malah lebih parah masih
SMP. Anak SMP 3 yang lokasinya gak jauh dari SMA 2.
“Kau anak SMP 3 yah?” tanya Zolenk.
“Iya, Bang,” jawabnya.
Sekian lama mereka berdua suka bolos di warung itu bersama
anak bengal lainnya. Tidak ada pembicaraan lain, anak SMP 3 itu mengeluarkan
botol Mansion Vodka dari saku celana biru sekolahnya yang panjangnya sampai
selutut.
Di dinding warung itu tertulis sebuah tulisan besar
menggunakan spidol hitam. Bunyinya “KANSAS: Kami Anak Nakal Suatu Saat Akan
Sadar.”
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar