CHAPTER 15: PERKELAHIAN TEREPIK ZOLENK
Adakah momen perkelahian terepik dalam hidupmu? Jika
pertanyaannya ditujukan pada Zolenk, jawabannya ada yaitu di kisaran tahun
1993/1994...
“Pokoknya kau jangan sampai berurusan sama geng anak kelas
satu itu titik, pokoknya jangan sampai yah atau kau bakalan hilang (wuih, sudah macam model ancaman Dilan, ngeri). Mereka itu anak-anak pejabat,
ada anak wali kota, ketua depeerde provinsi, sekwilda, dan lain-lain,” kata
preman-preman senior di jalan Baji Gau.
Sayangnya Zolenk bukan Anhar, bukan karena nyali takutnya Zolenk
sudah putus, tapi lebih karena kepalanya lebih keras dan egonya terlalu tinggi.
-
“Lihat tuh ada anak kelas satu yang lihat-lihat kayak gitu,
menyebalkan,” kata Ignatius, teman kelas Zolenk.
“Yang mana?” kata Zolenk.
“Yang itu,” tunjuk Ignatius.
“Wuih, anggota anak-anak langitan,” kata Zolenk dalam hati.
“Kau mau samperin?” kata Zolenk.
“Samperin ah,” kata Ignatius, tapi lucunya dia malah jalan
di belakang Zolenk.
“Hmm, ini yang punya masalah siapa sih, kok doi malah jalan
di belakang,” kata Zolenk dalam hati.
Sampai di dekat anak itu, Ignatius malah gak gerak sama
sekali, terpaksalah Zolenk yang bicara dan memperingati. Anak kelas satu itu
sepertinya nurut, tapi tidak dalam hatinya yang busuk.
Apa kasusnya selesai? Setidaknya iya, sampai jam bubar
pulang sekolah.
-
Zolenk yang jalan kaki bersama Ignatius dengan beberapa anak
kelas tiga sos 1, rupanya telah dinanti-nanti.
“Itu orangnya,” kata anak kelas satu yang ditegur pagi tadi.
Dia datang ramai-ramai bersama anak-anak remaja kompleks tentara dari pertigaan
Baji Gau – Bongayya. Lagi-lagi Ignatius diam terpaku, saat massa mendekat.
“Woi, kau mau cari gara-gara, satu lawan satu yuk sama saya?”
kata seorang remaja laki-laki itu pada Zolenk.
Zolenk paham ini gak mungkin
satu lawan satu, ini pasti keroyokan. Dia lihat teman-temannya yang nyali
seujung kuku, terlalu rupawan untuk berkelahi layaknya laki-laki sejati. Dari
rombongan anak-anak remaja yang siap mengeroyoknya, Zolenk kenal satu dua
wajah. “Yah, mereka anak-anak kompleks tentara di ujung sana,” gumam Zolenk.
“Bolehlah,” kata Zolenk.
Maka perkelahian satu lawan satu berjalan beberapa saat,
sampai anak remaja itu jatuh dipukul Zolenk, teman-temannya pun langsung
bergerak. Seketika situasi perkelahian berubah, para banci itu beraninya main
keroyokan.
Seketika pula mata Zolenk terasa gelap gulita, tidak
dirasanya lagi sakit meski dia tahu terlalu banyak hujaman pukulan, tendangan,
dan bahkan alat bantu pukul mengenai tubuhnya.
Hingga entah bagaimana, dia bisa keluar dari kerumunan massa
yang mengeroyoknya. Dia lantas berlari menuju ujung jalan Baji Gau arah jalan
Cendrawasih. Tidak dilihatnya lagi kondisi jalanan, dia lari menyeberang.
Beruntung nasib baik memang memayunginya, tidak ada kendaraan yang menabrak
dirinya.
Dia terus berlari hingga ke jalan Baji Pangasseng, rumah
Liong yang merupakan preman setempat. Dia tahu tubuhnya remuk, mata kanannya
biru legam kehitam-hitaman, sementara darah terus mengucur dari hidungnya. Hari
itu dia remuk-seremuknya sepanjang rekornya berkelahi, tapi cerita hari ini
senantiasa menjadi momen perkelahian terepik dalam sejarah hidupnya.
“Yeah keren satu lawan banyak dan aku masih hidup,” kata
Zolenk. Filosofi “What doesn’t kill you
makes you stronger” sejak hari itu berlaku untuk Zolenk.
-
Setelah kejadian pengeroyokan itu, Mamanya membawa Zolenk ke
RS Stella Maris untuk diperiksa. Ya, saat kejadian itu Mamanya memang lagi ada
di Makassar dari Jakarta. Kata dokter di Stella Maris setelah di-City Scan, “Ini
anak tulang tengkorak dekat hidung kanannya retak, kayaknya sebelumnya memang
sudah pernah retak, tapi ini tambah parah. Harus dioperasi, karena filter
hidungnya sudah rusak.”
Demikian kata dokter saat itu, tapi Zolenk menolaknya. “Biarlah,
gak papa,” katanya.
Ya, saat masih SD pernah jatuh dari lantai dua rumah
neneknya. Selain wajahnya langsung menghantam lantai, kedua pegelangan
tangannya patah saat itu dan memaksanya digips untuk beberapa lama.
Soal retak filter hidung itu kemungkinan besar yang membuat Zolenk
menderita sinusitis yang cukup parah dan membuatnya bersin-bersin khususnya
saat menghadapi perubahan cuaca ekstrim.
-
Setelah beberapa hari istirahat di rumah sekitar 2 -3 hari, Zolenk
kembali ke sekolah. Kali ini badik pemberian Papanya dibawanya terus. “Saya
belum pernah menikam, dan saya juga tidak tahu apakah saya punya nyali untuk
menikam dalam keadaan terpojok, tapi satu hal yang satu tahu dengan membawa
badik ini perasaan hatiku lebih aman dan terlindungi,” kata Zolenk dalam hati.
Dari temannya dia sempat dengar bila setelah kejadian itu
dirinya masih dicari-cari sama anak-anak asrama tentara itu, tapi saat Zolenk
sudah masuk sekolah kejadian pencarian itu tidak berlangsung lagi. Mungkin ada
pihak lain yang meredamnya, tapi Zolenk tidak tahu siapa bahkan hingga sampai
hari ini.
“Mestinya kau tidak lakukan. Kau mentong salah,” kata Nungki, salah satu preman senior.
“Hahahaha, apalagi, sudah terjadi,” kata Zolenk.
Tidak ada lagi perkelahian susulan dengan anak-anak orang
penting itu, dan Zolenk pun semakin menjauh dari teman-teman kelasnya yang
nyalinya ternyata seujung kuku.
-
“Tidak papa, Zolenk. Itu yang buat kau kuat dan lebih kuat
nanti. Saya pernah alami, saya pernah dikeroyok massa dua truk dan sampai hari
ini saya alhamdulillah masih hidup,” kata Bombang, preman senior di bilang
kompleks PU di jalan Nuri, Makassar.
-
Ya, sejak saat itu, Zolenk mestinya sudah beberapa kali mati
tapi dia terbukti masih hidup, termasuk saat tenggelam sebagai pengguna putaw
selama kurang lebih empat tahun. Suatu waktu seorang sahabat baiknya bermaksud
bercanda mungkin, “Mendingan kau kipe pakai air sabun neeh.”
Tanpa banyak cakep, Zolenk memasukkan suntikannya ke air
sabun itu dan menyuntikkan ke salah satu jalur urat lengannya.
“Woi, kau gila, jangan sampai mati di kamarku,” kata
sahabatnya terkejut sambil lari keluar jendela.
Ya, peristiwa demi peristiwa telah membuat Zolenk makin
tangguh sekaligus gila...
“What doesn’t kill me
makes me stronger, dude!”
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar