CHAPTER 20: KISAH KERJASAMA BURSA BUKU YANG MENGUNTUNGKAN


Menulis cerita tentang kisah Zolenk di era 1990an itu cukup melelahkan setelahnya; menguras emosi, memaksa pikiran yang sakit untuk mengingat baik dan erat kejadian-kejadian masa itu, serta menyederhanakan hal-hal yang cukup menguras emosi guna menyuguhkan konsep penyampaian pesan yang sederhana dan agar mudah untuk dimengerti.

Beberapa Chapter ke depan rencananya akan berusaha merangkainya dengan tensi yang lebih rendah, tanpa berupaya mereduksi unsur keasyikannya. Berpikir berat, kuat dan hebat si Zolenk pasti gak bisa, biarlah itu tugas teman-teman baiknya yang dianugerahi kemampuan setinggi dan sedalam itu.

Zolenk akan berusaha menyapu di bagian permukaan saja sebagai prolog yang menghibur, sebelum konser utama dimulai oleh para bintang.

-

TAHUN 1997

Kala itu hubungan perkawanan dengan kawan-kawan 97 masih sangat erat, rekat dan mesra, sebelum momen horor suksesi pemilihan ketua lembaga kemahasiswaan di tahun 1999. Akan ada cerita khusus mengenai upaya Zolenk menebus rasa kecewa berat para sahabat baiknya itu, dan narasinya pun cukup mencekam karena ia sampai harus masuk di tengah massa yang tengah marah dan siap berperang, tapi nanti yah perlu tensi tinggi untuk menuliskannya.

Narasi kali ini bercerita tentang perjalanan awal Zolenk menuju baik dan mengenal sisi positifnya berlembaga.

“Bagaimana kalau kita buat bursa buku?” kata Igor, sahabat Zolenk terbaik sepanjang masa.

“Boleh, Gor. Kau ada usulan toko-toko bukunya?” tanya Zolenk.

“Ada, kau kan tahu saya suka sekali baca buku,” timpal Igor lagi.

Awrait, yuk kita minta kop di Kosmik dan buat surat kerjasama sekaligus proposalnya,” pungkas Zolenk.

Kedua sahabat baik itu pun memulai ikhtiarnya. Toko buku pertama yang dikunjungi di jalan Urip Sumoharjo langsung mengiyakan.

“Kami jelaskan dulu yah mengenai mekanisme kerjasama dan pembagian keuntungannya, setelah itu kalian boleh tanda tangan. Jangan lupa sertakan nama dan identitas yang jelas,” kata pemilik toko buku.

Respon pihak toko buku pertama membuahkan rasa senang yang berbeda dari kedua sahabat itu. Igor senang bisa buat pameran bursa buku serta dapat membaca gratis, sementara Zolenk yang memang doyan duit sudah membayangkan potensi keuntungan dari kerjasama ini.

-

Tantangan yang lebih tinggi justru pada saat ke toko buku kedua, namanya Promedia di jalan Tentara Pelajar, Makassar.

“Wah, kami tidak berani. Nanti kalau buku-buku kami hilang siapa yang bisa bertanggungjawab?!” kata bagian manajemen toko buku Promedia.

“Yah, sudah, tidak papa. Andai saja toko buku Gramedia di Panakkukang tidak terbakar, kerjasama eksklusif kami pasti berlanjut. Yah, sudah, kami pamit. Biar nanti kami tunggu saja, setelah Gramedia Panakkukang buka lagi,” timpal Zolenk sekenanya, sambil seolah-olah akan bergegas pulang. Igor yang duduk di sampingnya pun bersiap  mengikuti gerak langkah sahabat jeleknya itu.

Eits, tunggu dulu. Kau bilang apa tadi, Gramedia Panakkukang? Saingan kita itu, memang kalian sudah pernah kerjasama dengan mereka?” tanya bagian manajemen toko buku Promedia lagi.

“Sudah tiga tahun terakhir, dan itu juga untuk semua item tidak hanya buku. Mereka puas kok, cuma mereka minta kami menunggu dulu kali ini untuk menata kembali bisnis mereka pasca kebakaran itu,” timpal Zolenk kembali sekenanya. Entah darimana tiba-tiba cerita rekaan fiktif itu bisa berkumandang di kepalanya dan keluar begitu saja dari mulutnya.

Igor hanya bisa berusaha menahan ketawa. Pasalnya masa perkuliahan mereka di kampus mereka saja belum genap tiga tahun...hehehehehe.

Ups, kalau begitu mari kita bicara ulang. Apa kalian butuh juga seluruh item di sini?” kata bagian manajemen toko buku Promedia.

“Nanti saja, sementara buku-buku saja dulu, sekaligus untuk membangun rasa percaya pihak bapak  pada kami,” jawab Zolenk.

Pihak manajemen toko buku Promedia pun kemudian menjelaskan mengenai mekanisme kerjasama dan sistem pembagian keuntungan, diikuti dengan penandatanganan kesepakatan kerjasama.

Setelah keluar dari toko buku tiga lantai untuk mengejar pete-pete kembali ke Tamalanrea, tawa Igor akhirnya pecah.

“Kau gila memang. Bisa-bisanya kau bohong soal kerjasama dengan Gramedia Panakkukang,” kata Igor sambil ketawa-ketawa dan kebiasaan jeleknya yang sangat tidak disukai Zolenk kembali berulang, menepuk bahu Zolenk dengan keras sebagai ekspresi kegembiraan.

Hmm, hancur badanku kau pukul kalau kau lagi senang, kawan,” kata Zolenk sambil merasakan rasa cukup sakit di bahu belakangnya, karena tepukan tangan Igor yang cukup kekar.

-

Pelaksanaan bursa buku di pelataran Baruga selama dua minggu pun berjalan sukses, serta meraup keuntungan yang cukup besar, sampai-sampai pengurus lembaga kemahasiswaan meminta Zolenk untuk membayarkan hutang-hutangan jajanan mereka di Mace, panggilan akrab buat seorang ibu yang baik hati ramah senyum yang juga pedagang kaki lima langganan mereka yang suka nongkrong di pelataran Baruga.

“Kasih tidak, kak?” kata Sari, anak 97 yang merupakan salah satu sahabat baik Zolenk, sekaligus bagian team work terbaiknya untuk waktu lama.

“Kasih saja, toh, untungnya banyak,” kata Zolenk.

-

Tiba saatnya pengembalian buku ke toko buku, dua pekan setelahnya.

“Gor, ada beberapa buku hilang nih. Siapa yang ambil yah?” tanya Zolenk.

“Paling anak-anak (baca: teman-teman sendiri),” timpal Zolenk. Kemudian hari Zolenk (akhirnya) tahu, yang maling di antaranya adalah kang Wawan dan bung Ilo (mereka ngaku sendiri), dua teman seangkatan Zolenk yang memang dikenal kutu buku dan gila ilmu pengetahuan. Tidak heran jika kemudian, pendidikan keduanya tinggi-tinggi sekali seperti ke puncak gunung.

Yawdalah, nanti kita ganti saja. Toh, keuntungannya besar neeh,” pungkas Zolenk.

-

Kedua manajemen toko buku itu pun puas, dan berharap kerjasama menguntungkan itu bisa berlanjut kelak. Sayang Zolenk setelah itu tidak pernah melakukannya lagi.

“Lain kali kalau kalian mau kerjasama lagi, kabari saja. Kami percaya sekarang, dan kalian boleh ambil semua item buat didagangkan di kampus,” kata bagian manajemen toko buku Promedia.

“Siap, pak,” pungkas Zolenk sebelum berlalu meninggalkan gedungnya.

-

“Ok, Gor. Kayaknya kita pisah jalan dulu yah. Saya mau belanja pakaian dulu di Sejahtera,” kata Zolenk.

“Wuih, gayamu. Kayaknya barusan kau nikmati duit halal buat beli pakaian yah?” timpal Igor yang tahu kebiasaan sahabatnya itu berjudi kiu-kiu.

“Yah, begitulah...hahahahaha. Kau nikmati jugalah hasil kerjasama ini,” kata Zolenk.

“Ok, saya palingan buat ngumpul-ngumpul sama bekas teman-teman SMAku,” pungkas Igor.

Keduanya pun berpisah jalan di jalan Tentara Pelajar itu. Zolenk menumpang becak menuju Sejahtera sambil membayangkan celana jins Wrangler dan kemeja kotak-kotak coklat yang sudah diidamkan di kepalanya.

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!