CHAPTER 143: KASIH KESEMPATAN DIRI BICARA DAN DIDENGARKAN DENGAN JUJUR



Tidak semua orang bisa jujur, bahkan pada dirinya sendiri, jadi yang ada umumnya ada alibi untuk melarikan dari persoalan. Apalagi kalau sudah ada maksud terselubung dan upaya menggunting lipatan dari awal, akan banyak pledoi dan escape plan yang dibangun untuk mengaburkan identifikasi inti persoalan.

Ya, semestinya seyogyanya persoalan sebaiknya dibahas, entah bersama orang lain ataupun dengan diri sendiri sekalipun, dengan satu syarat yaitu jangan dilakukan di saat kapasitas diri lagi didera rasa marah ataupun saat gundah gulana. Bahaslah persoalan tersebut saat kepala mulai dingin dan hati tidak dalam suasana keruh, karena mustahil keputusan terbaik diambil saat kepala dan hati penuh amarah bercampur suasana keruh. 

Maka tenangkanlah diri, optimalkan kesegaran diri, lalu mulai pikirkan temuan akar masalahnya, lalu rencana solusinya, dan seharusnya diikuti dengan aksi riil. 

Pertama yang terpenting adalah jujurlah pada diri sendiri, untuk berani dan mau menyelesaikan persoalan ada. Jangan sengaja dibuat muter-muter dan akhirnya jadi ribet sendiri, kayak..., ah sudahlah.

Jika sudah, saatnya mencari kawan bicara yang bisa diajak berdiskusi dan dianggap atau dinilai mampu membantu menyelesaikan persoalan hidup kita. Nah, kalau gak ada bagaimana? Tenang, coba saja masukkan kata kunci "manusia adalah mahluk yang kompleks" di Google, bakalan ketemu jawabannya jika kita bisa kok menyelesaikan persoalan kita sendiri, jika mau jujur dan berani menyelesaikannya. 

Bagaimana memulainya? Pertama, cari tahu akar masalahnya apa, dengarkan diri sendiri berbicara dan mendeteksi akar atau inti atau sebab munculnya masalah. Jika sudah ketemu, saatnya mulai memikirkan solusi-solusinya, lalu segera praktikkan. 

Apakah ketika dipraktikkan, aksi solusinya bakal berjalan mulus menyelesaikan masalah? Hmm, tidak begitu juga harus pada praktiknya, tapi paling tidak kita sudah berusaha memikirkan dan menemukan akar masalah, menyiapkan langkah solusinya, lalu di tahap paling krusial adalah mempraktikkannya.

Ya, karena hanya itu kapasitas terbaik yang setiap manusia bisa miliki, soal akhir yang menjawab dan melegakan adalah otoritas Semesta. 

Hmm, kalau begitu mending diam dong? Ya, gak gitu juga, namanya manusia adalah mahluk hidup yang dikaruniai akal, maka harus terus bergerak untuk menyelesaikan masalah dan tantangan yang dihadapi, dengan jujur dan berani. 

Kalau bisa selugas dan setaktis mungkin, supaya bisa menghemat energi pada prosesnya, baik di tataran penemuan akar masalah, menciptakan langkah solusi, hingga pada tataran praktiknya. 

Ketika sebuah langkah praktik dilakukan, kita pun bisa mengevaluasi dimana saja kelemahannya, sehingga belum cukup baik untuk menyelesaikan persoalan dan tantangan yang ada, dari situ kita bisa mulai menyusun rencana aksi berikutnya, dan mulai mempraktikkannya lagi. 

Jangan menyerah, coba deh cari tahu di Google, apakah penemu berkelas dunia seperti Chales Darwin, Isaac Newton, Thomas Alva Edison, dan Albert Einstein tidak pernah menemui kegagalan dalam hidupnya, hingga akhirnya didaulat sebagai manusia-manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia dan perkembangannya?! (Silakan di-Googling). 

Atau masih ingatkah Anda pada salah satu dialog paling ikonik di film Forrest Gump, "Life is like a box of chocolates" yang berarti hidup itu adalah ketidakpastian dan penuh dengan kejutan, tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi kemudian. 

Tapi kalau seorang Forrest saja berani selalu membuka kotak coklatnya, menelaah, lalu menjalani setiap petualangan dan jujur berani mau menyelesaikan persoalannya, kenapa kita enggak?!

Kasih kesempatan diri bicara dan didengarkan dengan jujur. 

Itu saja dulu catatan kelas secangkir kopi kali ini, semoga ada manfaatnya. 

Bogor, 16 April 2021

16:57 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!