CHAPTER 135: MAU KEMANA



Di persimpangan jalan, sebuah memori belasan silam tiba-tiba menyeruak. Sebuah pesan yang menyebutkan, jika di persimpangan yang tersisa adalah kebingungan menentukan arah lanjutan, maka kembali ke tujuan awal hendak kemana saat itu. 

Bagaimana jika tujuan awal sudah tidak ada lagi? Apakah yang ada tersisa adalan nihilisme a la Friedrich Nietszche?

Entahlah, aku pun rasanya mengalami hal itu saat ini. 

Yang bisa aku lakukan adalah duduk istirahat sejenak, menenangkan napas mengaturnya kembali ke situasi normal. Demikian pula detak jantung, lalu mencoba sebisa mungkin mengembalikan akal sehat lepas dari kabut-kabut yang sempat menyelimutinya. 

Aku harus bisa kembali berpikir jernih, mau kemana setelah ini...

Satu hal yang aku ingat, cerita biniku siang tadi jika semalam tidur untuk pertama kali dalam sebulan terakhir tidak lagi ngorok. Itu berarti pertanda awal, aku mulai ke tahap semenjana, ruang kenyamananku secara pikiran dan kebugaran, meski dari finansial semakin keteteran hehehe...

Tapi sudahlah, rasanya aku masih lebih baik ketimbang seorang pengacara senior yang mengusir istri yang sudah dinikahinya 20 tahunan, bahkan menurut sang istri dirinya sudah tidak dinafkahi lahir bathin oleh suaminya itu selama delapan tahun terakhir.

Padahal kata Yonna, bininya itu cantik dan selalu riang gembira ketika tampil di sosial media menampilkan hasil kreasi kulinari buatannya.  

Aku? Aku tidak punya niatan bahkan seperjuta kekejian itu pada Yonna. Buatku Yonna tentu jauh lebih dari sekadar tubuh yang ingin kucumbu, dan tempat kelahiran anak-anakku yang umumnya laki-laki. Yonna adalah buatku dimana narasi tentang surga itu dimulai. 

Aku ingin bilang ke Tuhan hal pertama yang aku minta jika nanti aku mati, "Mohon Yonna ada selalu menemaniku, Tuhan. Aku sungguh tidak ingin yang lain, Yonna sudah jauh lebih dari kata dan makna cukup buatku."

Perjalanan di tengah disrupsi dan (yang katanya) pandemi ini memang semakin tidak mudah. Perang kecerdasan ilmu pengetahuan terjadi di luar sana, manusia-manusia garda depan saling bersahut-sahutan satu sama lain meneriakkan kebenaran versi masing-masing, meski ada yang konsisten di alur kebenaran yang sifatnya artifisial. 

Aku sendiri semakin tidak peduli, sibuk menurunkan radar keingintahuanku. Aku sudah keluar dari WAG alumni tempatku berkuliah dulu. Aku juga sudah keluar dari Facebook, dan sebuah WAG peluang kerja yang menurutku menjemukan seperti pelajaran dikte dari bu guru di zaman SD. 

Sore tadi jelang Ashar, aku sempat bersepeda sekitar 3 km dari rumah bersama Keanu membenarkan sepeda kami masing-masing. Keanu ganti pedal sepedanya yang katanya patah karena nabrak pohon, sementara aku ganti kuncian sadel yang sudah aus dan kendor drag-nya sehingga membuat sadel kerap kali turun.

Rencana Kamis 8 April 2021, aku ingin kembali melaju sepedaan di ketinggian lagi. Mudah-mudahan jadi dan sanggup. 

Bersepeda di wilayah perbukitan itu adalah caraku bersahabat dengan diri saat di siksa secara fisik, berkali-kali aku harus bisa mensugesti diri sendiri agar bisa menyelesaikan stage secara tuntas. Rasanya puas jika bisa sampai di puncak ketinggian, menggunakan sepeda biasa saja. 

Ini soal kekerasan hati di tengah keterbatasan. Ya, mencapai bukit tidak harus di kondisi super nyaman dengan sepeda yang super mahal, bahkan sepeda seken seperti Little Wolverine milikku pun sudah membuktikan diri bisa tiba di beberapa puncak ketinggian di sekitar Bogor. 

Ya, kita Anda mungkin bisa seperti aku tengah kehilangan arah tujuan dan motivasi, namun jangan pernah kehilangan untuk menjaga mata hati, akal pikiran, akal sehat, dan intuisi yang senantiasa dipertajam, sehingga langkah kaki tetap ringan untuk diajak bergerak.

Kemana? Kemana saja, yang penting hati tetap senang, pikiran dan mata hati tetap tenang. Kita Anda hanya perlu seperti aku berusaha terus melangkahkan kaki, semoga saja di ujung tiap persimpangan Tuhan telah menanti dengan buah kejutan-kejutan yang menyenangkan atas segala ikhtiar kita...

Semoga...

Jika tidak pun, tetap jangan pernah kehilangan rasa gembira dan senang hati menjalani hidup...

Bogor, 6 April 2021

17:07 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!