CHAPTER 141: CERITA PENGALAMAN SEORANG KAWAN BAIK TENTANG TIPUAN MANIS BERBISNIS



Sabtu 10 April 2021, selepas Subuh, dua buah berkah masuk ke dalam rekeningku. Salah satu jumlahnya dua juta rupiah, sebuah pemasukan yang sangat berarti di kondisiku sekarang ini.

Pemberinya adalah seorang narasumber yang senantiasa ramah dan berwawasan luas, dan kini juga merupakan salah satu pelanggan setia Dapur Bu Yon (usaha kuliner rumahan yang aku kelola bersama istri). Beliau pun sempat menitipkan pesan, "Semoga bisa membantu Pak Derry. Dari sesama penyintas tipuan manis orang lain."

Narasi dipesannya itu pulalah yang kemudian menghadirkan intuisi di kepalaku saat bersepeda di Minggu siang 11 April 2021, untuk menuliskan narasi pengalaman beliau untuk berbagi pengalaman kepada pengunjung blog kelas secagkir kopi tentang tipuan manis dalam berbisnis dari seorang kawan lama. 

Saya kepikiran mau menuliskan pengalaman beliau di jbkderry.blogspot.com, supaya bisa jadi pelajaran dan renungan hidup juga buat audiens blog kelas secangkir kopi ini 😊🙏.

Saya sendiri belum berani menyimpulkan apa pengalaman pahit enam bulan terakhir ini adalah masuk dalam kategori tipuan manis, tapi yang pasti selama kurun waktu itu saya hanya tenggelam dalam janji-janji manis dan hanya bisa membawa pulang hasil yang pahit. Kenalan yang mengajakku kerjasama itu pun kerap berbicara tentang bagaimana ikhtiar ini bisa untuk anak cucu kami, tapi ia lupa untuk menyelamatkan masa depan kita harus menyelamatkan hari ini. 

Dan untuk hal itu, aku sama sekali mengenyam hasil pahit, sangat sia-sia tanpa kejelasan hasil yang nyata untuk istri, tiga anakku, dan bayi dalam kandungan istriku. Sangat pahit jika mengingatnya. 

-

Kembali kepada interaksi dan komunikasi dengan narasumberku di artikel ini, yang kini setahuku menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur di sebuah perusahaan yang di bidang produksinya memiliki skala volume terbesar di Asia Tenggara. 

Singkat cerita berikut ajuan pertanyaan yang aku ajukan ke beliau di hari Minggu 11 April 2021 di nyaris jam satu siang waktu Indonesia bagian barat (nama narasumber dan nama perusahaan yang beliau sebutkan di jawabannya sengaja saya samarkan, supaya Anda penyimaknya bisa lebih fokus pada isi narasi dan syukur-syukur bisa jadi bekal pelajaran supaya tidak terjerembab di lubang yang sama seperti kami): 

1. Apa yang awalnya buat Anda tertarik dengan tawaran kerjasama tipuan manis orang lain itu, dan di bidang apa bentuk kerjasama tersebut?

2. Apa bentuk kerugiannya?

3. Berapa lama hingga Anda menyadari jika tawaran kerjasama itu adalah semata tipuan manis semata, dan apa sudut pandang/perspektif serta indikator apa yang kemudian Anda menyadari jika tawaran kerjasama itu adalah tipuan manis semata?

-

Jawaban dari narasumber ini baru daku dapatkan di hari Senin siang 12 April 2021 selepas jam dua siang WIB, setelah saya sempat berpikir beliau belum berkenan berbagi cerita. 

Jawaban dari beliau ini tidak saya edit, saya berusaha maksimal tampilkan apa adanya, dan sengaja saya tempatkan paragrafnya di center (bagian tengah layout narasi ini) dan ditebalkan pula, supaya audiens/penyimaknya lebih mudah membedakan mana saja narasi jawaban-jawaban beliau...

-

Selamat siang, Pak Derry. Mohon maaf saya baru membalas WA Bapak siang ini. Semoga Pak Derry sehat selalu.

Sebenarnya kejadian sudah lama sekali, tahun 2005. Saat itu ada teman ex tempat kerja pertama saya di PT XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) divisi perkebunan (perusahaannya sudah dilikuidasi tahun 2000) yang sempat akrab saat di sana.

Saat itu saya sudah di XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) Indonesia dan masuk tahun ke 4 di sana.

Teman saya tiba-tiba kontak setelah sekitar 4 tahun tidak berkabar. Dia tidak hanya kontak tapi juga mengajak bertemu dan saat kita ketemu menawarkan untuk "kembali" berbisnis komoditi seperti saat di XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) dahulu.

Komoditi yang biasa kami dagangkan adalah teh, kopi, karet dan kopra. Saya saat di XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) memang pegang sales komoditi dan teman saya ini jadi buyer yg mengumpulkan komoditinya dari petani dan perkebunan-perkebunan kecil.

Setelah keluar dari XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) tahun 1998 memang saya sudah tidak berkecimpung di dunia perdagangan komoditi lagi yang sebenarnya bisa sangat menguntungkan bila tepat membaca pasarnya.

Saat teman ini datang dia sudah membawa proposal lengkap untuk kerjasama untuk suply tepung kelapa (desicatted coconut) dengan pihak pabrik biskuit XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) dan XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan).

Suplainya cukup besar sekitar 25 ton per bulan.

Marginnya cukup besar sekitar 200 s/d 250 rupiah per Kg dan kontraknya untuk 1 tahun (total 300 ton).

Dia butuh tambahan modal Rp 35 juta (yg saat itu tahun 2005 nilainya cukup besar karena 1 gram emas Antam 24K baru Rp 145 ribu per gram). 

Kalau dihitung nilai sekarang sekitar 250 juta.

Bentuk kerjasama nya menarik karena teman ini sudah punya CV dan berbadan hukum.

Sehingga dengan memberi tambahan modal saya langsung jadi pemegang saham kedua dengan nilai yang sama.

Saya saat itu tertarik dan karena sudah kenal dengan teman ini saya memutuskan untuk ikut memasukkan modal.

Kemudian juga akad di notaris sebagai pemegang saham.

Selama 3 bulan pertama bisnis berjalan lancar, pembagian keuntungan juga selalu diinformasikan walaupun masih berupa laba ditahan. Hanya saja di bulan keempat saya mulai curiga karena ada petani kelapa yang menghubungi saya menagih pembayaran.

Saya tanya teman ini dia bilang ada kesalahan administrasi.

Saat yang bersamaan saya dipindah oleh XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) untuk memegang sales Jateng, Jatim, Bali, NTB dan NTT dan berkantor di Surabaya. Jadi sekeluarga harus relokasi ke sana.

Saya terakhir bertemu teman ini sebelum saya pindah dan dia menjamin semua berjalan lancar.

Tanpa sepengetahuan saya ternyata dia juga mencari 2 orang pemegang saham tambahan untuk menambah modal sebesar Rp 30 juta lagi. Jadi total modal menjadi Rp 120 juta.

Di bulan keenam tiba-tiba teman ini tidak bisa dikontak. HP nya mati. Saya coba minta tolong saudara utk mengecek rumahnya dan kata tetangganya teman ini sudah pindah sejak 1 bulan sebelumnya. Dua pemegang saham baru yg juga kena "tipu" teman ini menghubungi saya karena di akta notaris yang berbeda dari yg saya tanda tangani nama saya tercatat sebagai manajer CV.

Saya otomatis langsung pusing karena saat saya ikut tanam modal saya tidak bilang ke istri. Saya yakin bahwa bisnis komoditi pasti untung dan karena yakin kami berdua punya pengalaman dan channel-nya.

Saat itulah saya tersadar bahwa mungkin saya memang ditakdirkan harus menjadi kuli.

Saya terlalu mudah percaya pada orang lain dan terlalu pede.

Notaris yang mengesahkan penambahan modal saya juga ikut bingung karena ternyata ijin usaha CV yang ditunjukkan tersebut tidak diperpanjang lagi tepat setelah akta beres dibuat.

Tiga tahun setelah itu saya dapat kabar bahwa teman ini ada di Batam dan masih melanjutkan upaya penipuan yang TSM ini.

Tapi saya sudah merelakan dan tidak mau membuka halaman yang "salah cetak" itu, Pak Derry.

Istri sempat marah tapi karena memang Gusti Allah itu sungguh baik, sebagai sales di XXXXX (nama perusahaan sengaja disamarkan) selama 2.5 tahun setiap kwartal pasti mencapai target dan dapat bonus lumayan.

Saya yakin tidak lama, Pak Derry (tanggapan dan pandangan narasumber tentang sepak terjang aksi penipuan model tersebut).

Karena bisnis komoditi ujung-ujungnya akan bertemu dengan komunitas dan kumpulan orang-orang yang sama.

Jadi "uang sekolah" bisa terbayar kembali plus plus (tanggapa dan pandangan narasumber tentang pencapaian dan bonus yang berhasil beliau capai di kantor tempat kerjanya yang baru).

Saya sejak itu sudah benar-benar fokus menjadi kuli yang profesional 😁.

Tidak lagi mimpi bisa jadi pengusaha atau punya usaha alias kapok, Pak Derry.

Makanya membaca blog Bapak saya jadi teringat kembali cerita lama yang tidak happy ending itu.

Teman baik atau setidaknya yang kita anggap baik dan akrab biasanya harus kita "selidiki" lebih dalam bila menawarkan kerjasama atau usaha.

Hal ini berlaku universal sepertinya.

Kita cenderung lebih mudah percaya pada teman dibanding orang yang tidak atau kurang kita kenal.

Memang yang terberat itu mengobati luka dalam yang ada di diri kita, Pak. Kalau berpikir mengenai hal yang saya alami saya masih suka membatin betapa tidak pintar dan tidak cakapnya saya membaca semua tanda yang ada.

Pembelajaran memang (katanya dan benar adanya) pahit. Tapi untuk saya lebih baik saya dapat pembelajaran tersebut saat saya masih punya tenaga untuk bangun kembali.

Kita harus percaya bahwa apa yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan tanpa niat merugikan orang lain tidak akan pernah sia-sia, Pak Derry.

Semangat terkadang adalah satu-satunya yang kita perlukan untuk bangun kembali di kala kita jatuh.

-

Demikianlah narasi dari seorang yang saya anggap kenalan dan kawan baik tersebut, semoga ada hikmahnya buat pengunjung blog kelas secangkir kopi ini. 

Saat menuliskan kembali narasi ini, kondisi psikis dan pikiranku sudah jauh lebih baik. Memang rasa trauma masih muncul sesekali, meski dengan denyut atau detak yang semakin minim. Saya percaya pada waktunya hanya menjadi sebuah narasi pengalaman tentang pelajaran hidup untuk bisa kembali dengan lebih baik. 

What doesn't kill me, makes me stronger...

Simak juga narasi pengalaman pahitku yang menstimulasi narasumber di atas untuk turut berbagi cerita pengalamannnya di atas; CHAPTER 137: JANGAN PERNAH KEMBALI!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!