CHAPTER 137: JANGAN PERNAH KEMBALI!



Ada banyak narasi memang selama perjalanan enam bulan terakhir, yang berarti aku juga telah belajar banyak hal penting khususnya pergulatan dunia agraria di negeri ini. 

Intinya ada selalu celah kebijakan negeri yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan pundi-pundi di bawah meja atau ketukan pintu rumah. Ada banyak jalan menuju Roma-lah (dengan cara ilegal), intinya. 

Ya, di dunia ini level kewaspadaan memang kudu senantiasa terjaga, karena yang dibutuhkan bukan semata referensi bangku sekolahan yang manis dan unjuk tangan untuk menjawab pertanyaan Bu Guru di depan kelas. 

Di sini, jiwa petarung jalanan dibutuhkan. Ada banyak tabiat-tabiat terselubung di sini. Ketimbang memperhatikan ucapan verbal yang terucap, sebaiknya perhatikan gestur setiap lawan bicara. Ya, lengah sedikit perangkap ditipu bisa terjadi, lebih fatal lagi kalau sampai tersangkut kasus hukum karena dianggap sebagai penadah barang curian, atau yang terfatal kalau akhirnya harus ditempeli emblem "koruptor" atau "penerima gratifikasi (haram)". 

Ya, ada juga yang konsisten bicara lugas dan mengkerucut yaitu tokoh lokal yang menjadi mitra utama di bisnis ini, namun yang pasti bukan pada seseorang yang mengajakku ke sini meski ia pernah bilang, "Aku pasti bicara lugas ke semua orang, kecuali ke ibuku dan abang angkatku yang pengacara."

Tapi giliran aku tanya kapan "amunisi" turun tidak satu huruf pun dibalaskannya padaku. Itulah satu landasanku untuk pergi di hari itu. Tidak ada gunanya bertahan lebih lama di alur dengan skema kemimpinan yang hierarki dan gaya feodal, tapi bungkam ketika justru-justru di hal yang mendasar. 

Kemampuan manejerialmu dan kemampuan membuat timeline pun harus diakui sangat parah. Katamu, aku akan dapat margin dari pembangunan pagar. Pertanyaannya, bagaimana mungkin hal itu terealisasi, ketika proses akuisisi lahan justru seperti sengaja diperlambat dan diulur-ulur? Sampai kapan lahan yang diinginkan bisa diakuisisi secara puluhan hektar, jika alur yang dibangun olehmu dan mentormu sangat lambat dan sangat terkesan bertele-tele?

Bisa-bisa prosesi pembangunan pagar baru bisa dilakukan paling cepat dua tiga tahun ke depan...

Okelah, ada lagi rencanamu mendapatkan margin dari proses pembuatan panel beton dan kawan-kawannya, namun alur pembebasan lahan mulut gua saja tidak bisa dilakukan cepat, padahal proses plotting lahan sudah dilakukan...

Kenapa aku bilang kemampuan manajerial dan timeline-mu pun sangat parah? Dengan alur seperti ini, prosesi pembebasan lahan baru paling cepat baru bisa dilakukan di bulan Ramadhan, itupun baru lahan awal di depan masih buanyak banget PR akuisisi lahan di belakangnya, sementara proses pengerjaan panel betonnya realistisnya setelah Lebaran paling cepat. Itupun kalau proses aliran dana turun juga bisa cepat, sementara kalau melihat alur yang sudah ada jujur sangat patut diragukan. 

Di pihak lain dirimu selalu berkoar-koar atas nama mentormu, agar bisa berjalan cepat semuanya, sementara di pihakmu jujur belum melangkah apa-apa selain umbaran retorika kelas wahid di lapangan. 

Di sisi lain, sungguh aku bingung. Bagaimana mungkin ada sebuah perintah yang sangat ambisius, namun tidak dibekali modal yang cukup di lapangan, padahal yang namanya entitas manusia pasti butuh biaya untuk makan, minum, tempat tinggal, dan beberapa amunisi dasar lain seperti sabun mandi dan sikat gigi. Apalagi beliau adalah perokok kelas berat yang tanpa henti menyuluhkan asap keluar dari bibir dan hidungnya. 

Setelah keluar semalam, 7 April 2021, saya masih coba menelaah apa yang sudah terjadi, mencoba meraba-raba apakah aku salah dan terlalu dini mengambil keputusan? Apakah benar kata Pak Haji rekan lokal di sana yang memintaku mestinya bersabar sedikit lagi...

Hmm, tidak. Ini bukan semata uang, ini lebih kepada sikap yang bisa dipercaya atau tidak. Selain bungkam ketika ditanya kapan aliran dana untuk bernapas datang, dia juga tidak menepati janji untuk menelepon dua kawanku di hari itu. 

Selepas pukul delapan malam waktu Indonesia Barat, aku tahu ini adalah batas toleransi sikapnya yang tidak bisa dipercaya, gampang mengumbar janji dan gampang pula melupakan. Ia hanya terhenti di ide gagasan dan rencana gila, tapi melempem di aksi. Entah, jika memang di masa lalunya, apakah ia memang pernah sebesar ceritanya, namun toh aku tidak peduli juga karena toh aku tidak ada di sana.

Tapi dua hal yang pasti di alur proyek yang kami kerjakan dalam 6 bulan terakhir (setidaknya saat aku terlibat), yaitu rekannya yang diajaknya di awal perjuangan ini malah menghilang. Menurutnya, kawan angkatannya itu adalah seorang pengkhianat yang memotong proyeknya sebelumnya. Di waktu yang lain, ia juga gagal membawa kawan seperjuangannya di kisah sukses yang lalu di sebuah kabupaten baru di sebuah wilayah di Sulawesi. 

Katanya, kawannya itu malah memilih tidak memberi kabar dan tidak pula mengangkat teleponnya. Akhirnya, ia harus kembali ke Jakarta sendiri, dan kami kembali jadi korban retorika janji angin surganya sejauh ini. 

Aku pun hanya mendengar kejadian tentang dua kawannya itu dari mulutnya sendiri, tapi dari situ mestinya bisa disimpulkan, kawan-kawan dekatnya pun tidak menaruh respek yang sedemikian besar padanya. 

Menurutku, dirimu sakit, kawan. Kau haus pujian dan ingin ditempatkan sebagai bintang, di pijakan hasil yang kalau boleh jujur masih ada di alam fatamorgana. Entah, apa yang ingin dirimu capai dan tunjukkan pada hidup ini...

Seperti yang pernah kubilang, sebuah eksistensi yang haus untuk muncul di permukaan dan berharap dapat tepuk tangan, sangat mungkin dikalahkan. 

Aku tidak perlu mengalahkanmu, karena sesungguhnya dirimu telah dikalahkan oleh dirimu sendiri. Kata Casey Stoner pada Valentino Rossi di suatu waktu, "Ambisimu melampaui kemampuanmu."

Itu adalah salah satu kalimat yang paling legendaris dan sekaligus paling ikonik sepanjang sejarah MotoGP.

Kelak, mega proyek yang engkau kelola bisa jadi sukses dengan hasil yang mencengangkan seperti yang dirimu harapkan, tapi tiga hal yang kemungkinan luput dari dirimu. 

Pertama, apresiasi dan penghargaanmu pada orang lain yang cenderung merendahkan. Kesukaan untuk untuk hadir telat, menunjukkan posisi kebintangan di forum komunikasi, diam dan sering kali membelokkan perbincangan ketika membahas hal yang inti untuk semuanya, dan egoismemu yang ingin senantiasa selalu dominan mengatur alur pembicaraan seperti misalnya mau diterima selalu kalau menelepon tapi ngambek kalau teleponnya tidak diangkat. 

Kedua, katamu dirimu senantiasa bicara lugas, namun sesungguhnya dari beberapa kali kesempatan dirimu suka mengabaikan dan bahkan mendiamkan respon lawan bicaramu. Bahkan, sebenarnya dirimu hanya ingin selalu membuat saluran komunikasi satu arah, yaitu didengarkan namun tidak ingin mendengarkan. 

Ketiga, improvisasi insidental yang plot-twist alias tidak ada korelasi atau benang merah dengan kejadian sebelumnya, misal "promosi jabatan di holding pemodal buat seorang kawan lain di grup ini" atau "ingin membeli sosok orang terkaya di dunia". 

Common, apa sih yang ingin dirimu tunjukkan dalam perjalanan ini? Hendak kemana kau mengarah, dan apa yang ingin kau capai? Menjadi miliuner seperti cita-citamu, meski mengabaikan, bahkan menggugurkan unsur-unsur rasa keadilan rasa kemanusiaan pada manusia-manusia lain yang ada di dalam timmu?

Padaku misalnya dalam enam bulan ini, hanya enam ratus ribu rupiah yang masuk ke diriku darimu. Padahal dirimu tahu aku punya satu istri, tiga anak, dan satu bakal bayi yang akan lahir. Katamu, akan ada bantuan Rp 50 juta, tapi ketika kuminta bantuan Rp 5 juta, dirimu bungkam tanpa jawaban.

Atau pada rekanmu yang sudah habis ratusan juta sejauh ini, bagaimana pertanggungjawabanmu? Pada rekanku yang kau bawa masuk juga bagaimana pertanggungjawabanmu? Pada ketua kepala desa di lokasi proyek yang kau janjikan sebagai wakil bupati di tahun 2024, sungguh betapa mudah dirimu mengobral janji...

Sampai enam bulan aku bersama dirimu, tidak pernah kunjung bisa dikau jelaskan, "Sampai kapan kita harus bertahan di tengah ketidakpastian seperti ini, sementara kau pun tahu napas sudah sangat tersengal-sengal?"

Jika kau hanya bisa diam di keadaan genting seperti, bagaimana mungkin dikau bisa jadi pemimpin dan sahabat sejati. Jauh....

Kata biniku, jangan-jangan dari atas memang sudah terbiasa dengan janji angin surga...

Bisa jadi, semoga saja ini bukan ZONK, kawan...

Tapi sengaja aku buat catatan ini, bukan untuk mempermalukan dirimu, tapi lebih kepada pengingat pada diriku sendiri untuk JANGAN PERNAH KEMBALI!

Bogor, 8 April 2021

17:09 WIB 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!