CHAPTER 106: HUTANG PADA KESABARAN DAN KERIANGAN ANAK-ANAK



Jatuh, sudah nyaris pasti hal itu yang dihindari oleh banyak orang. Bahkan bukan rahasia lagi, jika hal "jatuh" dianggap tabu untuk bicarakan, diperbincangkan, jadi semacam aib yang bersubstansi gelap. 

Mestinya hal itu tidaklah perlu dijadikan tabu untuk dibicarakan, karena rasanya semua orang pernah mengalami, meski tdak semuanya bisa keluar dan bangkit dari posisi jatuh. Itulah mengapa jatuh perlu dibicarakan, sehingga bisa jadi inspirasi bagi orang-orang yang tengah mencari tahu proses dan berbagai macam kiat untuk keluar dan bangkit dari posisi jatuh. 

Sudah nyaris setahun pagebluk ini terjadi, dan semakin tidak mengenakkan bagi kami, karena terjadinya berbarengan dengan kondisi kapasitas finansial yang tergerus. 

Menyerah? Ya, namanya juga manusia biasa, seringkali perasaan ingin menyerah mencuat. Tapi berulangkali hidup seperti mengajarkan dan menyampaikan pesan dengan lugas, jika di ujung keputusaasaan pada situasi ada Tangan Tuhan yang sewaktu-waktu di saat tidak terduga hadir dan kembali menyelematkan hari. 

Berulangkali hal itu pula yang aku dan bini alami. Sebelum pagebluk datang, jumlah kerjaan yang masuk semakin tergerus, bukan karena wanprestasi, tapi entah apa indikatornya satu persatu lepas. Padahal KPI sudah dilaksanakan dan klien-klien tidak ada yang komplen. Saya coba menyederhanakan, jika itu adalah kuasa takdirNya. 

Ya, seberapa pun dirimu merasa hebat dan bangga pada kemampuan dirimu, ada tetap Kuasa yang lebih besar yang menentukan. 

Aku pun coba menghibur hati, jika situasi setahun terakhir ini adalah cara Tuhan menempaku, menjadi manusia dengan karakter dengan pemahaman dan keikhlasan yang lebih baik. Tidak mudah memang saat menjalaninya, ada perasaan getir jika melihat anak-anak terpaksa di rumah nyaris setahun setahun terakhir, di saat beberapa kenalan nampak jalan-jalan jauh bersama buah hati mereka. 

Tapi rasa seperti itu tidak boleh dibiarkan berkembang di benak, karena Tuhan pasti tahu terbaik bagi setiap umatNya. Anggaplah hari ini memang kami harus mengerem diri lebih banyak, berusaha lebih ikhlas dan lapang dada menerima setiap kodrat yang telah digariskanNya. 

Di ujung doa menjelang tidur, aku pasti memanjatkan rasa syukur atas segala nikmatNya sejauh ini, termasuk nikmat diberi kesehatan dan masih ada setitik demi setitik rezeki untuk melanjutkan hidup meski tertatih-tatih. Tidak lupa aku juga memanjat pinta padaNya, agar aku dapat kembali bangkit dari kejatuhan ini, membalas hutang kesabaran anak-anak, dan keriangan mereka yang tidak surut lekang meski dalam kondisi yang kurang bagus. 

Ya, terima kasih, Tuhan. Semoga Engkau berkenan memberikan aku kembali kekuatan dan kapasitas yang lebih besar untuk membahagiakan anak-anakku, serta bini semata wayang tercinta. 

Itu saja dulu.

Bogor, 03 Januari 2021
11:07 WIB 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!