CHAPTER 79: SELAMAT JALAN, MBAK EBHOT! SEMOGA HUSNUL KHOTIMAH!



Rabu 28 Oktober 2020, mestinya jadi hari yang bahagia buat istri sahabat terbaikku di Pulau Jawa ini, tapi nasib berkata lain. Ia harus berpulang di hari ulang tahunnya yang ke-48. 

Buatku, itu adalah cerita elegi, sekaligus menjadi penegas kodrat itu akan datang kepada manusia siapa saja, termasuk aku. 

Dalam perjalanan ke rumah duka, aku membayangkan kisah-kisah lalu, termasuk kebaikan mendiang Mbak Ebhot, sapaan akrab istri tercinta sahabat terbaikku itu. 

Teringat ketika almarhumah dulu mengajak bini dan putri sulungku berenang di areal kawasan pemukiman ekspatriat yang premium dan eksklusif di wilayah Tangerang Selatan. 

Tentu aku sedih, cukup terpukul, sekaligus berterima kasih atas kebaikan Mbak Ebhot selama beliau masih hidup di bumi manusia. Semoga perjalanan kebaikan Mbak Ebhot selama berada di bumi ini bisa cukup mengantarkan beliau meninggal dengan kadar yang husnul khotimah, Amin. 

Kubayangkan pula perjalanan hidup berikutnya pada sahabatku dan putra semata wayang mereka berdua yang kini tumbuh jangkung di atas 180 cm di usianya yang masih 16 tahun. 

Kulihat raut muka Mas Gian putra mereka, dan juga sahabatku saat tiba di rumah duka, hingga saat aku pamit pulang kembali ke rumah, betapa ketegaran bisa menyertai mereka berdua. Kesedihan yang amat sangat pasti ada dan mengemuka di jiwa ayah dan anak itu, tapi mereka berdua bisa tetap dingin dan bijak menyikapinya. 

Tidak ada kesedihan dan sikap kegetiran yang ditunjukkan secara berlebihan. Saya salut dan respek pada cara sahabatku dan mendiang istrinya mendidik anak semata wayang mereka. Mas Gian nampak begitu dewasa untuk ukuran anak seusianya. 

"Iya, Om. Tiba-tiba Mama gak sadarkan diri waktu makan tadi pagi dan tidak lama kemudian sudah enggak ada," kata Mas Gian dengan intonasi suara yang tetap biasa dan tetap terjaga normal. 

Aku terharu. Ia pun masih bisa bertanya kepada ayahnya, ketika sebuah karangan bunga kembali datang. "Ayah, itu karangan bunga datang lagi, mau ditaruh dimana?"

Kucoba menyelami makna dan pelajaran hidup yang bisa kupetik dari perjalanan itu, termasuk dengan cara merangkainya melalui kata-kata di narasi ini, supaya aku bisa membaca lebih jelas tentang apa yang aku pikirkan dan aku rasakan saat itu, dan saat ini tentang "kepulangan" Mbak Ebhot. 

Lalu aku sempat duduk dengan beberapa kawan lama di rumah sahabatku itu. Ya, kami dulu cukup lama bercengkerama di dunia permotoran, hingga aku memutuskan mengakhiri chapter perjalanan sebagai biker di sekitar tahun 2010. Ya, 10 tahun lalu. 

Salah satu kawan lama mengkritisiku, karena kebanyakan di rumah, bukan bertarung berdarah-darah di luar sana untuk menghidup bini dan anak-anak sepertinya dirinya yang cukup banyak mengambil langkah-langkah spekulasi, hingga bisa dikatakan menjadi pengusaha muda yang cukup sukses di bidang pertanaman cabe di sebuah kabupaten di Jawa Barat. 

Lalu aku bilang kepadanya, "Ya, saya kagum pada kesuksesanmu, sob. Tapi saya percaya, setiap orang punya jalan pertarungannya masing-masing. Saya memang banyak di rumah akhir-akhir ini, melihat potensi disrupsi yang bisa memporak-porandakan banyak kekuatan besar dan angkuh di luar sana. Saya sendiri belum menyerah kalah. Setiap hari berusaha mengisi konten di jbkderry.com, sembari berusaha menghidupkan usaha kuliner bini, Dapur Bu Yon. Ini bentuk dan ritme perjuangan yang masih bisa saya mengerti dan bisa lakukan saat ini. Buatku, ini hal terbaik yang bisa aku lakukan saat ini, untuk memastikan duniaku masih berusaha terus berjalan dan berputar. Meski mungkin belum bisa mengantarkan pada hasil yang terbaik, tapi setidaknya aku masih berusaha melangkah. Itu saja." 

Kembali ke narasi tentang "kepulangan" Mbak Ebhot, saya melihat tidak banyak tangis dan rasa kesedihan yang diekspresikan berlebihan selama di rumah duka. Saya justru belajar lebih jauh dan dalam tentang makna keikhlasan dan ketegaran laksana baja di satu sisi, namun di satu sisi begitu rendah hati jika ada Kekuatan Yang Sangat Besar yang tidak kuasa ditolak keputusanNya. 

Saya berharap, sahabat terbaikku di Pulau ini dan putra semata wayangnya bisa tetap tegar setegar karang, setenang samudera, dan seikhlas insan kamil dalam menjalani narasi kehidupan lanjutan, yang tentu tidak lagi utuh pilarnya, selepas kepergian Mbak Ebhot. 

Kutulis ini di linimasa FB-koe sebagai ekspresi duka, meski kutahu kualitas bahasa Inggris-koe rapuh, tapi izinkanlah, "It ain't going be easy, suppose to harder perhaps, but we just have to get through live, whatever it is, whatever happens happens. Stay strong 'till the finish line comes to each of us." #SadButPleaseStayStrong 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!