CHAPTER 70: NIKMATI ALUR



Bangun tidur hari ini, saya semakin yakin kita memang belum merdeka, perangkat utama menyelesaikan persoalan masih pada emosi dan otot, soal nalar entah masih terselip di mana...

Empat badai; ancaman disrupsi, ancaman resesi, ancaman pagebluk, dan ancaman industri hoax yang semakin meninggi grafiknya, rupanya urung menyadarkan banyak elemen masyarakat. 

Ada yang teriak-teriak anti komunis, tapi mendukung buruh dan memusuhi kapitalis, itu orientasi keberpihakannya sebenarnya kemana?

Kita boleh saja sangat tidak sepakat dengan kebijakan rezim ini, tapi semestinya bisa lebih taktis, gerakan jalanan tentu bukan solusi terbaik, katanya ada institusi yang bisa mengakomodasi upaya untuk menentang kebijakan legislasi yang baru disahkan. 

Apa lajur, sejak 2014 akibat buah hasil para intelektual pintar di negeri ini, jadilah negeri terbelah. Meski para kandidatnya akhirnya bersatu, tapi sekali lagi saya tegaskan, ini bukan semata soal sosok atau figur idola, itu adalah lebih jauh soal suluh pola pikir dan keberpihakan sikap. 

Bahkan andai kata ada keajaiban si bahlul, ayah naen, bijik, dan kawan-kawan dapat hidayah untuk tobat, masyarakat sudah terlanjur terbelah. 

Saya percaya saat ini di masyarakat yang tidak suka ke si tukang kayu lebih besar dibanding momen 2014 dan 2019, karena pendukungnya yang migrasi cenderung lebih besar, ketimbang dari kubu penentangnya yang bisa dikatakan sudah terlanjur akut dari informasi pembeda. 

Negeri ini memang sudah sulit maju, karena keluarga dari dua rezim terkaya sepanjang sejarah terus menggulirkan suluh untuk menutupi jejak-jejak kelam yang sudah teramat banyak di masa lalu. 

Protes pun percuma, karena budaya dialogis memang masih jauh, kita lebih suka berdebat dan bertengkar seperti di ILC, atau mengagumi keangkuhan mbak Nana. 

Ya, hari ini kita sudah semakin melupakan empat badai yang tengah menyerang; ancaman disrupsi, ancaman resesi, ancaman pagebluk, dan ancaman industri hoax yang semakin meninggi grafiknya. 

Secara pribadi pun, kebijakan-kebijakan si tukang kayu tidak banyak berkorelasi dengan kepentingan saya pribadi dan keluarga, secara garis besar sama saja dengan rezim-rezim sebelumnya dampaknya.  

Negara dan saya adalah dua poros yang sangat jauh sejak dulu. Ya, namanya anak nakal abadi, mana mau negara berinteraksi, bingung cari saluran apa dan hanya buang-buang waktu saja. 

Ya, saya cuma berpikir kebijakan si tukang kayu bisa jadi menjadi asa yang lebih baik di antara banyak pilihan buruk dari tekanan 4 badai di atas; ancaman disrupsi, ancaman resesi, ancaman pagebluk, dan ancaman industri hoax yang semakin meninggi grafiknya.

Asa yang lebih baik buat siapa? Bukan buat saya, tapi mungkin lebih banyak kepada kaum kecil dan buruh negeri ini, mungkin juga buat para pengusaha, tapi yang pasti saya lihat ada upaya untuk memperbaiki suasana. 

Ketimbang si buya dan sulungnya yang tengah melakukan transfer tongkat estafet maraton kejahatan, ataupun si bahlul yang malah sudah mengkalkulasi kerugian akibat anarkisme (mungkin jadi celah baru untuk mengembalikan dana para bandar, serta deretan angka di rekening pribadi). 

Saya? Boro-boro mau jadi kapitalis, komunis, cebong, kampret, atau kadrun, jauhlah, masih mikirin strategi-strategi baru untuk melanjutkan suluh dan asap di dapur rumah, biaya listrik, dan biaya internet. 

Syukur-syukur nanti bisa rebound lagi dengan ranah usaha yang berbeda, mengingat ruang yang lalu sudah semakin terdisrupsi...

Saya kapitalis? Hmm, bisa jadi malah orientasinya ke situ, karena memang tidak berkeinginan ke arah komunisme sama sekali sekali. 

Tapi rasanya, kalau lihat persiapan yang memang tidak sungguh-sungguh dan cenderung berandalan di masa lalu, saya pun sadar diri dan cukup bersyukur kalau bisa rebound jadi kapitalis kecil sekalipun, kalau bisa lebih tinggi sih alhamdulillah. 

Pengen punya bisnis lagi yang bisa steady dalam jangka panjang, pengen beli Honda Freed seken buat jalan-jalan dengan bini dan anak2, pengen rajin olahraga sepedaan dan lari terus sampe tua, pengen antar anak-anak bisa selesaikan pendidikan minimal sampe level S1, yah, kalau masih sempat ke Tanah Suci sih alhamdulillah.

Paling enggak mimpi saja dulu, nikmati alurnya di tengah situasi pelik yang ada di luar sana saat ini...

Itu saja dulu meracau pagi ini...

Bogor, 9 Oktober 2020

07:56 WIB 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!