CHAPTER 74: BATAS BAWAH



Dua hari terakhir ini, Dapur Bu Yon dapat order dari dua kawan baik yang super hebat, menurutku. 

Kemarin, mahaguru Yusran, dan hari ini dari Sultan Boy. 

Sampai Keanu tadi nanya, "Pinter dan kayaan mana mahaguru atau sultan, ayah?"

Aku bilang, "Beda, nak. Kalau mahaguru itu hebat di wawasan, kalau sultan itu jago dan gape banget di dagang atau usaha."

Lantas, seorang kawan bertanya, "Elu ngapain selain curhat di Facebook, Der?"

WTF, gw langsung lempengin, "Anak bandel gak boleh ngeluh dan curhat, dong, kesannya cengeng dong gw. Gw cuma bercerita, ini lho cerita hidup anak sebandel abadi kayak gw, jangan ditiru wkwkwkwk."

Hal itu pula yang gw akhir-akhir ini suka bilang ke anak-anak, "Ayah kalian ini nakal, jadi jangan ditiru."

Kalau mereka nanya kenapa? Gw jawabnya, karena kalian punya ayah yang sayang kalian dan kalian boleh tanya apa saja hal gak baik, supaya kalian jangan jadi seperti itu, supaya kelak hidup kalian jauh lebih daripada ayah."

Mungkin nanti mereka akan nanya lagi, "Kenapa ayah betah banget jadi anak bandel?"

Gw sudah siapkan jawabannya, "Karena rasa kebandelan itu yang membuat ayah untuk bertahan dan waras, sampai sekarang, tapi jangan ditiru, mohon. Kalian jadi anak baik-baik saja, biar hidupnya bisa lebih mudah dan menyenangkan."

Lalu lamunanku terbang ke tahun 2000, waktu itu saya janji pada angkatan itu di Tamalanrea (mungkin semuanya sudah lupa), tapi saya bilang, "Nanti kelak majulah terus, kalau kalian butuh motivasi untuk melihat batas bawah, lihatlah saya, supaya kalian kembali termotivasi untuk kembali maju dan naik lebih tinggi."

Rasanya kalimat itu jadi janji dan doa yang terkabulkan hingga kini, saya masih setia menjadi anak bangku belakang abadi, yang bebas mengagumi orang-orang hebat dan sebaliknya tidak boleh dikagumi.

Kenapa? Kecuali gak punya motivasi untuk maju, kenapa pula, harus mengagumi batas bawah wwkwkwkwk...

Sama halnya dengan pikiran saya tadi pagi, ketika ada orang yang belajar religi dan kemudian mengklaim paling dekat dengan Tuhan, maka saya sepakat itu adalah bentuk arogansi. 

Menurutku, belajar religi untuk membuat kita lebih tenang menghadapi gelombang persoalan, seperti entah setelah sekian lama, semalam pukul setengah tiga saya bangun dan tetiba merasa rindu ujung sajadah untuk Tahajjud, untuk bersyukur, berterima kasih, dan memohon diberi kekuatan serta ketabahan atas apapun yang akan terjadi.

Ya, doa anak bandel abadi rasanya cukup segitu untuk diri sendiri, tapi untuk bini dan anak-anakku, aku berdoa semoga Semesta berkenan memeluk mereka sepanjang waktu, menyelimuti mereka kala dingin, menuntun mereka saat berada dalam gelap, dan mendirikan mereka saat tengah terjatuh. 

Itu saja.

Catatan Anak Bangku Belakang Abadi

Bogor, 15 Oktober 2020 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!