CHAPTER 322: PENDAPATAN PER KAPITA, KOMPETISI KELAS MENENGAH, DAN LEVEL KOMPETISI YANG MENINGGI

239862441_640

Pada dasarnya saya tidak terlalu paham mengenai permasalahan ekonomi, namun saya beberapa kali mendengar jika Pendapatan Per Kapita di Indonesia telah berada di atas US$3 ribu.

Berdasarkan sebuah sumber, situasi ini telah berjalan sejak tahun 2010.

Penjelasan ini ada keterkaitannya dengan dunia yang telah saya senangi dari kecil, otomotif. Berdasarkan informasi dari situs kemenperin, jika sebuah negara telah mencapai Pendapatan Per Kapita di atas US$3 ribu, berarti negara tersebut telah masuk ke dalam periode motorisasi.

middle-class

Pada periode ini disebut, kelas menengah berintelektualitas tumbuh pesat. Selain cerdas dan kreatif, kelas menengah ini termasuk memiliki kemampuan daya beli yang cukup tinggi. Sederhananya mereka konsumtif.

Mereka tidak lagi melirik motor sebagai kendaraannya, kalau pun "iya", motornya sudah minimal Kawasaki Ninja 250 yang harganya sudah di atas Rp 50 juta. Saya juga kerap kali menanyakan kepada beberapa petinggi APM (Agen Pemegang Merek) mobil di Indonesia, sebenarnya batas psikologis harga kendaraan masih tersekat di bawah Rp 200 juta dan di atas Rp 200 juta?

Rata - rata jawaban mereka sama, "Masih!"

Saya pribadi berpendapat, fakta ini kemungkinan sudah bergeser. Masyarakat kelas menengah Indonesia sudah banyak yang berpindah ke segmen kendaraan roda empat di rentang harga antara Rp 200 juta - Rp 400 juta.

Kompetisi Kelas Menengah & Warisan Sejarah

Picture Quote ~ Never Give Up ~ 01-767200

Di sub chapter ini saya ingin mengutip tiga kisah. Pertama dari kisah yang saya kutip dari account FB seorang teman, tentang Pak Anwar (seorang pejuang kemerdekaan dengan pangkat Letnan) yang terpaksa menghabiskan masa tua sebagai pengemis, sebelum akhirnya wafat pada 12 April 2011. Di akhir masa hidupnya, ia kabarnya hanya berujar tidak butuh apa - apa, selain sesuap nasi atau makan.

Kisah kedua, Anda bisa baca di sini. Intinya tentang kakek berusia 74 tahun yang tidak ingin menyerah pada hidup. Beliau tetap gigih mencari nafkah di tengah keterbatasan.

Kisah ketiga adalah kisah getir sang proklamator di akhir hidupnya (baca di sini).

Bagi saya ketiga hal itu ada keterkaitannya dengan kondisi Indonesia sekarang, di periode yang namanya "motorisasi" ini, jika hidup harus terus berjalan dengan apa yang kita yakini benar.

Jangan berhenti untuk terus berkreasi, atau konsekuensinya adalah tergilas oleh peradaban. Sejarah yang tertuang di atas kertas umumnya adalah milik pemenang, terlepas dia baik atau buruk (baca di sini). Pihak yang lebih banyak termangu, pasif, tidak berusaha, tentu akan sulit menjadi pemenang.

Terlebih di tengah tumbuhnya kelas menengah, dengan penciptaan standar kompetisinya yang terus meninggi. Ada baiknya meminjam filosofi pada para pembalap, "Saatnya kencangkan sabuk pengaman, dan gas poll."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!