CHAPTER 98: MEWUJUDKAN KEINGINAN BERSEPEDA KE SENTUL CITY



14 Desember 2020, pukul 06:16 WIB meninggalkan rumah menuju kawasan perumahan elit Sentul City. Bukan rute yang berat buatku, cuma sudah cukup lama ingin melakukannya dan baru pagi ini kesampaian. 

Modalnya pun cuma air putih dalam botol bekas Cimory, bawa eKTP, smartphone yang paketannya lagi habis, serta kantong plastik kecil warna putih buat bungkus eKTP dan HP kalau hujan. 

Langit di atas diselimuti awan yang cukup gelap pertanda mendung, tapi badan kudu harus tetap sehat, jadi sebisa mungkin melawan rasa malas mumpung aktivitas memang lagi longgar banget di semester kedua tahun 2020 ini. 

Protokoler standar sebisa mungkin tetap dipenuhi, pake buff dan kacamata. 



Di turunan selepas perempatan Tegar Beriman dan Sukahati di Kabupaten Bogor, si little wolverine (nama sepedaku) meluncur cukup cepat dan aku selalu berdiri dalam kondisi seperti itu. Rasanya masih seperti masa kanak-kanak zaman SD dulu, ketika meluncur pesat di atas BMX andalan. Sebuah memori yang senantiasa menarik untuk dipeluk dan diputar kembali sekadar untuk menyenangkan hati.

Memasuki kawasan dekat sirkuit balap di Sentul ternyata sudah ada perubahan, ada ruas jalan baru dan sudah banyak bagiannya yang dibeton. Semakin eksklusif saja wilayah ini, tidak lagi berdebu dan tidak ada lagi jalan utama yang berlubang dan menciptakan genangan air saat hujan. Paling ketika melewati jalan akses menuju kawasan Sentul City yang ruasnya sempit masih ditemui kondisi jalan rusak. 

Kawasan Sentul City pun nampak makin mewah dengan keberadaan supermarket furniture IKEA dan supermall AEON. 

Tantangan perjalanan sepedaan pagi itu menanti saat melewati pintu gerbang kawasan perumahan super mewah Sentul City, karena jalurnya yang menanjak panjang. Level kemiringannya memang paling cuma sekitar 5 derajat, tapi panjang banget. Di beberapa titik mungkin ada yang elevasinya di kisaran 10 derajat. 

Karena sudah cukup lama tidak merambah kawasan perbukitan, rasanya energi juga cukup terkuras di beberapa titik terakhir tanjakan. Beberapa kali kubisikkan kata penyemangat pada diri sendiri, "Common, Derry. You can go more further."

Ya, namanya juga sepedaan sendiri alias lone wolf, jadi kawan bicaranya yah diri sendiri. Biar bisa tetap sehat dan jaga kekuatan imun tubuh di tengah grafik penyebaran pagebluk Covid-19 yang lagi tinggi-tingginya di negeri ini. 

Di penghujung kawasan perumahan mewah itu ditutup dengan jalur turunan panjang dan cukup menukik, membuat little wolverine meluncur deras sebelum berbelok kiri menuju ke arah Jungle-Land Sentul. 

Suasana di situ hening, sepi, dan diselimuti takzim. Mungkin karena memang sudah sangat dekat dengan kawasan perbukitan. Rasanya pelukan alam yang biasa menyambutku kala melintasi kawasan perbukitan sembari bersepeda dapat kurasa sejenak. Ya, pagi itu memang aku belum berniat lagi menyapa kawasan perbukitan yang dipenuhi jalur tanjakan yang menguras fisik dan mental bertarung. 

Sempat berfoto di beberapa titik, sebelum mengambil belokan kiri sebelum ke arah Jungle-Land dan memasuki kawasan pemukiman perkampungan. Kontras kelas strata ekonominya dengan kawasan Sentul City yang kental nuansa ningrat yang sepi dan angker, di kawasan perkampungan itu layaknya di banyak tempat di negeri ini; orang-orang begitu ramai berlalu lalang dan nyaris tidak ada asas kepatuhan protokoler pencegahan penyebaran pandemi. Jarang di antara mereka yang memakai masker dan menjaga jarak, semuanya seperti berjalan biasa seperti dulu ketika pagebluk ini datang dan menyebar menambah jumlah prahara yang sudah ada di negeri ini dalam beberapa tahun terakhir. 

Melintasi kawasan perkampungan itu terasa cepat saja kulalui, tanpa terasa sudah memasuki kawasan GOR Pekansari. Di situ kulihat kawasan jalan tengah dirusak entah untuk pembangunan apalagi, yang pasti berdebu dan kehilangan kesan mewah seperti biasanya. Aku jadi ragu kondisi jalan nantinya akan lebih baik dibanding sebelumnya setelah proses pengerjaan itu selesai, namun semoga dugaanku salah. 

Menjelang masuk kawasan Tegar Beriman, tenagaku mulai kendur. Perut mulai lapar minta diisi, namun jelas untuk hal itu baru bisa di rumah. Masa mesti tinggalin eKTP buat ngutang di suatu tempat. 

Memasuki Tegar Beriman, kupacu sepeda sebisanya dengan sisa tenaga dan akhirnya di pukul 09:46 WIB tibalah di rumah. 

"Aku lapar, bunda," kataku pada bini tercinta tersayang. 

"Makanya, kalau gak bawa duit jangan sepedaan jauh-jauh!" katanya. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!