CHAPTER 94: DI PENGHUJUNG LANGKAH



Jumat siang 4 Desember 2020

Sebuah angkot jurusan Depok - Kampung Rambutan tiba-tiba melaju kencang dan melanggar lajur di jembatan jalan di depan pintu gerbang Universitas Indonesia. Saking kencangnya, hampir saja aku tertabrak dan bisa bakal super repot ceritanya kalau sampai kejadian. 

Ya, hujan keras dan kemacetan jalan di titik itu, tentu mestinya otomatis mereduksi batas kesabaran super angkot di trek itu yang memang rata-rata sudah pendek sumbunya. 

Usut punya usut penyebab kemacetannya adalah para pengemudi motor yang berteduh di bawah jembatan sebelum Halte Bus UI. Bangkelah kebiasaan kayak gini, karena bisa menyebabkan kemacetan dan potensi kecelakaan lalu lintas meninggi.

Aku sendiri yang hari itu hanya membawa jas hujan bagian atasan saja, sudah tidak peduli. Pesanan dari Dapur Bu Yon harus diantarkan sebelum pukul tiga sore. Jadi kalau sampai celana jins ini basah sih itu mah hal kecil. Hidup sudah jauh lebih sulit dan menantang ketimbang persoalan remeh temeh seperti itu. 

Selepas Lenteng Agung, masuk ke kawasan Tanjung Barat dan T.B. Simatupang, meski mendung kondisinya belum hujan. Nanti pas mau masuk kawasan Lebak Bulus di pertigaan Adhyaksa, bujug, itu hujannya deras campur angin kencang. 

Situasinya sudah kayak cobaan hidup saat ini, berat banget buat dilalui. Kalau paksa terus melaju, selain kena hujan deras, tiupan anginnya pun membuat laju motor gak bisa stabil alias goyang dan itu tentu cukup membahayakan. 

Sempat berteduh sejenak dan lihat jam tangan sudah menunjukkan pukul dua lewat. "Hmm, harus tetap paksakan jalan neeh."

Tiba di lokasi, sempat ngeliat Sultan Andara lagi ngobrol sama putra mahkota yang punya gedung. Aku seketika membayangkan kontras penampilan kita; mereka berdua layaknya dua ningrat yang bersih sementara aku layaknya perwakilan kaum kumal abang-abang ojek yang tengah mengantarkan pesanan. 

*******

Setelah mengantarkan pesanan dua lusin Roti Oppa buatan Dapur Bu Yon, aku sempatkan waktu ngobrol-ngobrol lama dengan seorang kawan baik yang jadi Direktur Marketing di gedung itu. 

Darinya, kutahu jika persoalan hidup memang makin pelik, bahkan di posisinya yang secara kemampuan finansial masih jauh lebih baik dari aku. 

Sekitar tiga jam kita luangkan waktu ngobrol-ngobrol hingga pukul enam petang, karena sempat kubilang kalau jadi ini adalah pertemuan terakhir untuk waktu yang lama. Seorang kawan lama sempat bilang soalnya, kalau di akhir Desember atau di Januari 2021 nanti aku sudah harus pindah memulai pekerjaan di Subang. 

Buatku saat ini tidak soal, apalagi ke Subang dimana kayaknya mati hatiku rasanya melihat secercah harapan kalau rencana tawaran kerjaan itu bisa terealisasi. Meski kemudian di beberapa jam ke depan, ada pembicaraan dengan kawan baik tersebut, bisa jadi tawaran pekerjaan itu mundur lagi waktunya. Aku pun sudah terus meyakinkan diri, andaikata lepas pun insya Allah siap. 

Sekitar pukul empat sore di tengah pembicaraan dengan kawan baik tersebut, masuk sebuah pesan yang semakin meruntuhkan benteng pertahanan diri. Isinya beasiswa sekolah anak-anak diputus per Januari 2021. 

Aku semakin yakin jika keadaan makin sulit ke depan. Bayangkan jika jaringan perusahaan dealer terbesar kendaraan di negeri ini sampai bisa memutuskan menghentikan bantuan dana beasiswa di tengah jalan. 

Dalam perjalanan pulang selepas sore, celana jinsku yang tadinya basah kuyup akhirnya kering di badan. Di perjalanan aku berpikir coba meraba-raba apa solusi yang bisa kuperjuangkan ke depan. Rasanya inilah yang seperti dikatakan seorang kawan beberapa waktu lalu, berada di posisi dasar. 

Ya, di tahun 2021 aku belum punya gambaran sama sekali pekerjaan apa yang bisa aku lakukan untuk menafkahi bini dan anak-anakku, apalagi yang nomor lima insya Allah akan lahir di pertengahan tahun depan. 

Selain belum ada gambaran mau kerja apa dan dapat penghasilan dari mana, aku juga telah kehilangan bantuan dana untuk biaya sekolah anak-anak. 

Ya, masih ada sebuah rumah dan dua motor di rumah, tapi kalau mau dijual mau kemana kami?! Ibarat kata seburuk-buruknya, palingan sambungan internet dan listrik yang dicabut, meski itu tidak boleh terjadi juga. Harus ada upaya perang sebaik-baiknya agar bisa lepas dari belenggu permasalahan finansial ini. 

Pergulatan pemikiran pun kubiarkan berkecambuk di pikiran dan hatiku, di sisi lain aku sangat paham, bahkan orang-orang yang jauh lebih jago dan mapan darikupun banyak yang bertumbangan di saat ini. Jadi sekali lagi kutegaskan pada diriku sendiri, untuk jangan luruh, jangan menyerah. Harus tetap semangat dan ikhlas, sekalipun jawaban terburuknya adalah datangnya malaikat kematian pun yang menjadi pertanda akhir kisah ini, kuharus yakinkan diri untuk menyambutnya dengan segala suka cita. 

Setibanya di rumah sekitar delapan malam, bini nanya kok pesan WAnya tidak dibalas, aku bilang paket dataku habis tadi. Persoalan pun belum sampai di situ, karena ternyata tidak ada makanan di rumah dan pagar rumah pun tiba-tiba macet. 

"Tenang, tenang, Der. Jangan luruh, semua persoalan pasti akan selesai, entah oleh diri kita sendiri ataupun oleh waktu."

Kubersihkan kerak-kerak lumpur selepas hujan di jalur pagar setinggi lebih dari 180 cm itu, dan akhirnya cukup berhasil meski masih sedikit macet. 

"Maaf, aku lagi malas masak, jadi gak ada makanan," kata bini. 

Ya, aku tahu sejak hamil ini, ia jadi rada malas masak. Aku harus mengerti itu, ia adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku. Bahkan kalau boleh, andaikata aku masuk Surga nanti selepas mati (dan mungkin harus menebus dosa dulu di Neraka), hal pertama yang aku minta Tuhan, "Mohon, berkenan hadirkan lagi Yonna dalam hidupku ini dan kekal bersamanya. Jika masih boleh meminta lagi Tuhan, perkenankanlah aku menghabiskan seluruh waktu yang ada bersama bini dan anak-anak kami, Aamiiin."

*******

Selepas makan malam, aku langsung melaksakanan dua solusi yang terpikirkan di kepalaku dalam perjalanan pulang, yaitu menghubungi Mas Johnny dan seorang kawan baik yang menolak disebut namanya. 

Menghubungi Mas Johnny, karena beliau pernah menanyakan soal beasiswa anak-anak beberapa waktu yang lalu. Siapa tauk Mas Johnny bisa bantu biaya sekolah anak-anak, setidaknya berusaha dulu. 

Lalu aku pun kirim pesan WA ke kawan baik satunya, apakah sudah ada peluang usaha yang bisa aku lakukan di Desember 2020 ini, mengingat di Januari 2021 dan seterusnya aku belum punya gambaran bisa dapat penghasilan darimana...

Kata kawan baik itu, besok pagilah kita ngobrol-ngobrol via telepon.

********

Rasanya semalam aku tertidur di sekitar pukul sebelas malam, namun belum pukul dua dinihari, aku sudah terbangun.  

Kuputuskan untuk ber-Tahajjud dan setelahnya tidak lama kemudian sekitar pukul setengah tiga, kawan baikku kirim pesan WA, "Sudah bisa ngobrol?"

Tentu aku surprise, memang unik dan aneh cara Tuhan bekerja dan mempertemukan. 

Aku pun bertanya, "Kok bisa tauk aku sudah bangun?"

"Ya, feeling saja," katanya. 

Kami pun berbincang bertiga melalui telepon selama sekitar dua jam hingga pukul setengah lima Subuh, bersama seorang adik kelas lainnya saat masih ada di Tamalanrea KM. 10. 

Pembicaraan kami menyiratkan pesan konklusi jika tawaran kerjaan di Subang bisa jadi mundur lebih lama lagi waktunya. 

"Kita sudahi dulu pembicaraan kali ini, sudah adzan Subuh pasti di Bogor dan Bandung," kata Om kawan baik itu. Ya, pembicaraan dinihari itu menyambungkan kami melalui telepon; kawan baik di Makassar, adik kelasku di Bandung, dan saya sendiri di Bogor. 

Belum ada kabar cahaya cerah ke depan, sambil menutup telepon dan bersiap Shalat Subuh, kubayangkan diriku masih berdiri tegap dengan kualitas pedang yang makin tumbul menghalau hantaman pedang peradaban. 

"Aku masih di sini, Tuhan, pada secercah keyakinan padaMu, selalu."

Kututup narasi kali ini dengan narasi yang sama dengan kutulis barusan di linimasaku jika panggilan telepon dari langit mungkin hanya berisi tiga pesan:

- "Der, ini rezekimu!"

- "Der, ini cobaanmu!"

- "Der, selesai sudah perjalananmu di bumi manusia!"

Itu saja dulu.

"Pedangku mungkin semakin tumpul melawan dan menangkis berbagai serangan peradaban, tapi aku sudah terlanjur mencintai jiwa seorang Ronin, dan mudah-mudahan bisa menyelesaikan chapter di bumi manusia seperti itu, sebagai seorang Ronin." 

Mungkin kemampuan tarungku pun tidak ada seujung kuku kesaktian Rurouni Kenshin, tapi selalu senang membayangkan jiwa petarung sang battousai. 

Ganbatte, Yume Ga Areba Michi Wa Aru. (kalau gak salah artinya, berusahalah, ketika kau punya mimpi tentu ada jalan keluarnya).

Semoga!

Bogor, 7 Desember 2020

10:54 WIB


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!