CHAPTER 103: NAIK SEPEDA ITU MENGAJARKAN HIDUP TIDAK SEKADAR SEMATA BERPIKIR DAN RAGU

Sabtu 26 Desember 2020,



Naik sepeda pukul enam pagi tinggalkan rumah, menegaskan aku pada satu hal yang sudah sempat aku simpulkan sebelumnya. 

"Naik sepeda itu mengajarkan hidup tidak sekadar semata berpikir dan ragu."

Menggenjot pedal sepeda di tengah grafik pagebluk yang makin meninggi, bersama kendaraan-kendaraan bermesin yang melaju cepat, seperti sebuah narasi dungu tanpa makna. 

"Ngapain juga elu sepedaan di saat-saat seperti ini, mending naik motor atau naik mobil cepet gak bikin capek?!" sebuah suara menggema di isi kepalaku. 

Ya, naik sepeda memang cukup melelahkan dan membutuhkan kesabaran, plus memang gak usah banyak mikir waktu melakukannya. Biasanya aku pun kalau mikir, umumnya jadi batal tuh niat sepedaan.

"Kalau sudah kebanyakan ngomong biasanya juga batal sepedaan," kata bini setiap kali aku bilang sebelumnya aku bakalan sepedaan. 



Jadi cara jitu supaya niat sepedaan terlaksana atau kejadian, ya, selepas Subuh dan pagi datang alias Matahari mulai nyembul dari ufuk Timur, langsung ganti pakaian sepeda, siapin minum di botol bekas susu Cimory, pakai buff, pakai sarung tangan, pakai helm sepeda, pakai kacamata, pakai kaus kaki dan sepatu, bawa eKTP dan HP, serta duit jajan buat persiapan makanan minuman di jalan, serta jas hujan atasan buat jaga-jaga kalau turun hujan pada saat masih di jalan. 

Selebihnya genjot, nikmati hari dan suasana, gak usah banyak mikir cukup tetap fokus perhatikan kondisi jalan supaya tetap aman dan selamat selama bersepeda. Jangan sampai ngelamunin gebetan, apalagi pacar atau bini orang, lebih-lebih kalau artis yang biasanya dilihat di tivi dan sosmed, mending lupakan buang jauh-jauh. Khawatirnya malah bawa sial dan celaka gegara gak fokus dengan situasi di jalan raya. 

Hasilnya sih sejauh ini pikiran jadi lebih segar, badan jadi lebih bugar, dan tulang-tulang serta sendi-sendiri di badan gak keburu karatan, eh, keropos, karena malas digerakkan dan jarang dipakai. 

Sepedaan juga membuat kita bisa menyelami filosofi hidup untuk lebih banyak melihat ke bawah dan ke depan, jangan kebanyakan ke atas (khususnya pas melewati tanjakan), karena itu hanya akan membuat nyalimu bergetar dan kendur. Jadi kuncinya yah cuma genjot terus pedal dan melihat secara perlahan ke bawah dan ke depan, lakukan setahap demi setahap. 

Sepedaan juga bisa membuat kita bisa melihat dan memperhatikan situasi jalan lebih saksama, jadi kalau ada spot yang menarik bisa singgah atau mampir buat mengabadikan foto. Pun demikian pada jajanan yang bisa jadi menarik, kita jadi punya waktu lebih banyak untuk memperhatikan dan waktu untuk memutuskan relatif lebih panjang apakah mau mampir jajan atau lain kali saja cukup jadi referensi dulu, karena perut masih kenyang belum minta diisi atau karena isi kantong lagi kurang cukup untuk jajan di tempat itu. 

Pagi itu seperti biasa aku mengambil rute Sukahati arah Pondog Rajeg, Cilodong, lalu putari Kota Kembang Depok, lalu kembali ke arah pulang. 

Waktu tempuh rata-rata dua jam, itu sudah termasuk waktu berhenti untuk minum dua kali dari botol dan tiga kali berhenti buat dokumentasi foto perjalanan kali ini. 

"Kok cepet ke Depok, kayak naik motor saja, yah?" kata bini tercinta pas aku sampai di rumah.

"Ya, iyalah, cuma bawa duit tujuh ribu dan belum makan pagi. Kalau sepedaan sudah di atas tiga jam, biasa selebihnya kehabisan tenaga di tengah perjalanan, perut seperti memanggil-manggil untuk diisi agar tenaga ada lagi," kataku berseloroh pada bini. 

Kami berdua pun tertawa kecil, sebelum melanjutkan rutinitas umum dalam beberapa bulan terakhir. Bagi tugas di rumah, aku biasanya cuci piring, cuci lap pel, rapiin peralatan mesin cuci setelah dipakai lalu jemur pakaian di lantai atas bangunan rumah kami, siram tanaman, dan mandiin dua anak laki-laki kami. 

Ya, tahun 2020 ini yang sebentar lagi berlalu memang sedemikian berat untuk dilalui, dan bisa jadi di awal tahun 2021 juga akan lebih berat, tapi seperti filosofi bersepeda a la kelas secangkir kopi; jalani saja, jangan kebanyakan mikir, dan terus berdoa supaya yang terbaik sajalah dari Tuhan untuk kita semua. 

Hanya itu, saja. Jalani saja, jangan kebanyakan mikir, kalau itu ternyata malah menghambat kita untuk melihat lebih jernih, sederhana, dan sehat. Ya, seperti filosofi bersepeda kelas secangkir kopi...

Itu saja dulu.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!