CHAPTER 157: YONNA & CARA MENENANGKAN YANG MENDINGINKAN



Di tengah dunia yang nampak semakin riuh, dan pendaran beragam arus informasi di berbagai linimasa, terkadang aku jadi ambigu juga untuk bersikap dan menentukan jalan ke depan. 

Di luar sana, aku juga menyimak banyak kawan yang kini sukses besar secara pencapaian posisi dan finansial, sementara aku masih berjibaku di posisi tengah, berusaha tetap terjaga sebisanya agar tidak terdegradasi. 

Kalau melihat pencapaian kawan-kawanku itu, sejenak tentu ada perasaan iri dan protes, "Kok saya ndak bisa seperti mereka?"

Ya, aku sudah bertarung berkali-kali, keluar dari zona aman berulang pula, namun acap kali bermuara di hasil kegagalan. 

Rasanya sesaat jadi kurang adil, tapi untunglah bekal pengalaman perjalanan membuatku acap kali bisa melihat rentang yang lebih panjang sebagai perbandingan yang lebih adil dan bijak. 

Kawan-kawanku yang sukses secara pencapaian dan finansial, mereka sesungguhnya lebih tekun mempersiapkan, dan datang dari lingkungan tumbuh kembang yang lebih baik, serta pertemuan kami pun hanya di irisan persinggungan jalan karena ada urusan kepentingan yang sama bernama "sekolah".

Setelahnya, kami bubar dan kembali ke lingkungan tumbuh kami yang sebenarnya. 

Aku? Aku selalu pulang ke suasana yang memang berantakan dari awal. Jadi perbandinganku yang lebih bijak dan adil adalah dengan kawan-kawanku yang level rusaknya kira2 sama. 

Tumbuh di jalan, nuansa kelam, kesadaran yang banyak hilang di perjalanan di masa muda, hingga cara membuat benchmarking dari sisi yang kami sebut "sangat maskulin". 

Kawan-kawan sepermainanku itulah yang sebenarnya dan kini juga sudah banyak yang "pulang" duluan saat ini, atau singkatnya cerita mereka sudah selesai. 

Dulu, kami sama2 membesarkan satu sama lain, dengan cara kami. Mulai dari "makan gak makannya" Slank, sampai "Benalu, Benalu" juga dari Slank. 

Imanez dengan "Sunsetnya", The Verve dengan "The Drugs Don't Work"nya.

Melihat mereka di masa silam, dan mengingat2 momen2 itu acap kali kembali bisa membesarkanku. Toh, setidaknya, aku rasanya masih menjadi orang tua yang lebih baik dibanding kedua orang tuaku, benchmark yang memang semestinya aku jadikan rujukan perbandingan. 

Komunikasiku dengan anak2 masih jalan, dan aku rasanya lebih menyayangi mereka dibanding kedua orang tuaku menyayangi aku dulu. 

Ya, jika rasa sesak datang melihat pencapaian tinggi kawan2 sekolahku di luar sana, aku ingat lagi jalinan-jalinan pertautan perkawananku yang sebenarnya lebih kukagumi di ruang hitam gelap dulu. 

Ya, dalam hati entah kenapa rasanya memang lebih damai dan enak bersama kawan-kawan gelap itu dulu, ketimbang kawan-kawan sekolah. 

Di situ memang jadi kesalahan terbesarku, tapi mau bagaimana lagi di situ malah rasanya lebih damai dan menenangkan menyenangkan sebagai pilihan. 

Bersama mereka dulu memang waktu terasa berhenti beku, tidak ada masa depan depan di situ. Hanya kesenangan, dan kesenangan saja. Ya, kesenangan a la anak jalanan. 

Dan kenangan suasana gelap bersama mereka itu pula yang berhasil acap kali membesarkanku acap kali, hingga kini. Ya, kubilang pada diriku sendiri sekarang, mungkin nanti aku bisa jadi gagal menjadi orang tua panutan buat anak-anak kelak, bisa jadi aku kalah. Namun yang kuyakini level kekalahanku masih lebih baik dibanding kedua orang tuaku dan kawan-kawan gelapku yang sebagian besar sudah menyelesaikan narasinya di bumi manusia ini lebih dulu. 

Saat rasa sesak menghadapi problema hidup datang lagi, karena kata memang seringkali tidak lebih mudah ketimbang saat menjalani, aku ingat lagi momen2 gelapku dulu untuk membesarkanku. 

Literasiku buat anak-anak juga, setidaknya aku masih bisa jadi ayah yang lebih baik ketimbang ayah para K.O.L top seperti Denny Sumargo, Reza Arap, dan Bimo PD, buat anak-anak. 

Toh, ketiganya bisa sukses dan mencintai pasangannya lebih baik ketimbang si tonggos dan si aa'. 

Dan saat rasa sesak itu datang lagi, aku bersyukur Tuhan telah mengirimkan yonna di kehidupanku. 

Saat aku bergetar, yonna selalu bilang, "Tenang saja, kalau rezeki gak bakal kemana."

Sudah berulang kali yonna bilang itu padaku, namun masih senantiasa manjur untuk mendinginkanku kembali. 

Ya, masih kuingat sebuah bisikan di benakku di Agustus atau September 2020 lalu. Katanya, "Tenang saja, Der, kalau kau masih ada di sini, itu peran dan jalannya masih ada. Tetaplah bergerak dalam ketenangan yang lebih baik. Itu saja, karena akan berakhir jikalau memang saatnya berakhir."

-

Bogor, 8 Juni 2021

13:56 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!