CHAPTER 64: BERPIKIR TENTANG MENYAMBUT MATI & PENANTIAN ANAK KE-5



Jumat 25 September 2020, selepas ngantar pesanan di Dapur Bu Yon, di antara kawasan Arteri Pondok Indah hingga menuju Ciputat, benakku melayang pada memori tentang awal pekan lalu saat aku tafakur di kursi dan meja kerjaku. 

Rasanya, semua amunisi sudah dikeluarkan, namun hasil belum terlihat, intuisi pun tidak kunjung datang.

Maka yang kulakukan duduk diam dan berusaha setenang mungkin di meja kerjaku, berpikir tentang peluru yang sudah habis, artinya hanya perlu pasrah menunggu nasib. 

Bukan putus asa, tapi aku rasa aku harus mempersiapkan diri jika masanya memang sudah tiba. Kata banyak orang kematian itu pasti sakit, tapi dia hanya melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai protokoler. 

Jadi kupikir, kenapa tidak menyambutnya laksana kawan baik yang pasti tiba, meski entah kapan. 

Aku ingin menyambutnya dengan suka cita, sedamai mungkin, bukankah aku memang sudah biasa, entah membiasakan diri atau memang suratan takdir, berjalan di mekanisme pertahanan diri atau kalau bahasa kerennya di survival mode. 

Waktu SMA, aku memang sempat berpikir untuk mengakhiri hidup, berpikir hidup kok begini amat, tapi urung, karena hanya pengecut menurutku yang berpikir usai sebelum waktunya memang sudah tiba. 

Lalu hatiku pun terasa damai, meski kosong, namun terasa cukup sejuk dan amarah yang semakin kecil apinya, dan ternyata bukan kematian dengan loncengnya yang datang, melainkan pesanan pecah rekor di Dapur Bu Yon. 

Akhirnya suluh kehidupan pun menyala lagi, dan aura untuk melanjurkan perjalanan pun tersemai lagi. 

Sekali lagi, aku tidak putus asa, tapi selalu kutanamkan dan kuingatkan diri pada situasi menghadapi kemungkin terburuk yang bisa datang sewaktu-waktu. 

Ya, aku memang biasa saja, tapi untuk diri sendiri, rasanya aku sudah beberapa kali mencapai hal-hal yang hebat, dan pada diriku sendiri aku yakin aku bisa sangat berbahaya kalau dapat kesempatan dan momen yang tepat. 

Dulu waktu SD, sampai kuliah, rasanya aku masih jadi striker yang haus goal wkwkwkwk... Dulu waktu SD, aku beberapa kali jadi pemain bola cabutan karena sangat mengidolakan Marco Van Bansten, waktu kuliah, meski seorang junkie, aku bisa berlari sprint dari tengah lapangan dan menciptakan goal di lapangan Ramsis-UH dari sudut sempit. 

Pada dunia kerja, aku tidak bisa melupakan perjuangan 6-bulan di tahun 2011 untuk bolak-balik presentasi proposal sendiri ke Maxus, media-buying terbesar nomor 2 di Indonesia yang aku tahu setelah Mindshare. 

Ya, di masa SMA, aku begitu keranjingan pada sosok Christian Slates. Perannya di Mobster, Young Guns, Kuffs, dam True Romance sebagai bad-boy laksana jadi dewa di benakku. Dan ya, aku makin bersemangat menjadi bad boy, itu sebuah cita-cita (mungkin). 

Ya, antusiasme bisa begitu besar dan nakal, kalau momentumnya pas. Rasanya sepanjang sejarah komunikasi-UH, belum pernah lagi mungkin ada format pengkaderan segila angkatan 2000 wkwkwkwk, kadang ketawa sendiri sampai sekarang, kalau orang gila dikasih kepercayaan. 

Ya, meski berpikir tentang mati, dan masih berusaha menjaga asa untuk menyambutnya dengan ramah dan tenang, aku juga mesti bersiap pada sebuah tantangan baru. 

Semalam, akhirnya aku antar bini semata wayangku untuk periksa kehamilan, dan insya Allah jika lancar, di Mei tahun 2021 mendatang, anak kelima kami akan hadir di muka bumi ini. 

Ya, di usiaku yang sudah semakin tuwak, rasanya jiwa bandelku masih terjaga. Buktinya, meski setidaknya tujuh tahun terakhir saya dan bini kebanyakan di rumah, dengan intenstitas serangan yang sama, eh, malah masih cetak goal lagi, gokilz sih memang gw...

I told you, I'm really danger at my best 😁👌 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!