CHAPTER 150: KETEGANGAN 48 JAM



Kisah ini dimulai pukul setengah 4 pagi, Jumat 30 April 2021.

“Ayah, kayaknya aku sudah tidak kuat. Aku sudah kontraksi setiap 10 menit,” kata bundamu. 

Aku pun bergegas mengeluarkan si Bendera yang lampu utamanya belum aku perbaiki, maka kami pun berjalan dalam gelap menuju ke tempat praktik Bidan Ella Muljono. Di sini dulu, abangmu Keanu lahir. 

Tapi subuh itu, orientasi kami sebenarnya berbeda. Kami ingin minta rujukan ke rumah sakit mana sebaiknya ayah antarkan bundamu untuk menjalani proses sesar, tenta saja dengan pertimbangan penanganan terbaik dan biaya paling terjangkau. Kemarin sore, di tempat Bidan Ella, kami di rekomendasikan ke RSIA PermataPertiwi Citereup. 

Ayah pun sudah memasang iklan untuk menjual si Bumblebee di market place, dan lewat seorang kawan baik ayah yang cukup terkenal sebagai K.O.L bidang permotoran. Uang hasil jual motor itu nantinya ayah mau pakai buat biaya sesar bundamu, untuk mengeluarkanmu nak dari rahim bundamu. 

Namun tak dinyana, saat ayah memencet bel pukul empat subuh itu, kami langsung disambut oleh Bidan Ella yang memang sudah senior itu. 

Ternyata bundamu sudah bukaan tiga, dan saat dicek tensi ternyata ajaibnya dalam 3 bulan terakhir, tensi bundamu bisa tembus di angka batas atas kondiri normal yaitu 120/80. Dan itu berarti, bunda masih bisa melahirkan di Bidan Ella, tanpa harus ke rumah sakit bersalin. Itu juga berarti kami tidak harus menjual motor, karena untuk biaya bersalin di Bidan masih adalah uang di rekening kami yang mengkeret cukup dahsyat dalam setahun terakhir. Bahkan sebenarnya sudah sejak dari semester kedua 2019. 

Ajaibnya, kita memang masih bertahan. Tuhan memperpanjang usia kami dengan segala rahmat dan keajaibanNya. 

Proses persalinan dirimu pun dimulai, namun sampai nyaris pukul 10 pagi masih stuck di bukaan empat. 

“Harus dipaksakan jalan, Bu, meski sakit sekali, tapi harus dibawa jalan biar bukaannya lebih cepat,” kata seorang ibu yang nampaknya bekerja sebagai tenaga perbantuan di Bidan Ella. Ibu tersebut mengatakan pada ayah dibutuhkan sekitar bukaan 10 supaya bisa bayinya keluar. 

Bundamu pun terus memaksakan jalan di dalam ruangan persalinan, sembari beberapa kali terhenti menahan sakit yang amat sangat. 

“Memang mulesnya yang dicari, Bu, ayo terus jalan,” kata ibu tersebut. 

Selepas  waktu Dzuhur dan selesai ayah shalat, bundamu bilang, “Ayah, tolong bilangin kayaknya sudah mau keluar.” 

Aku pun melapor ke ibu lagi, dan dua bidan muda pun keluar dari ruangan dalam dan bersiap melakukan persalinan.

Perjuangan pun dimulai sampai pukul setengah satu siang, namun sampai sejam ke depan, dirimu masih sulit keluar, nak. 

Bundamu juga maksimal cuma bisa ngeden 2 – 3 kali dan nampaknya itu tidak cukup untuk membuatmu keluar. Sementara bidan muda yang menangani proses kelahiran Bu Yon nampak belum memiliki jam terbang yang cukup. Ia beberapa kali nampak gamang, saat bundamu nampak kehabisan tenaga untuk ngeden.

Sempat pula tensi bunda dicek dan tembus di 160, ayah pun mulai khawatir. Apalagi kemudian bundamu dibantu alat cairan infus. 

Sejam ke depan, bundamu bisa naikkan intensitas ngedennya di 4 – 5 kali, namun itu ternyata masih tidak cukup. Ternyata benar dugaan Bu Dokter yang di klinik dekat stasiun Citayam, jika lahirmu cukup besar di kisaran 3,8 kg. 

Sempat kemudian, bundamu bisa push di tempo ngeden ke-6, dan nampak bidan muda yang jadi semacam kepala kelahiranmu agak sembringah, namun ayahmu lihat bundamu sudah sangat kehabisan. Maka ayah ambil inisiatif membopong kepala bundamu dengan kedua tangan ayah, menciumi pipi dan keningnya, dan terus menyemangatinya. 

“Ayo, sayang, tinggal sedikit lagi, semangat yah,” beberapa kali ayah katakan hal itu pada bundamu. 

Di proses ngeden sekitar sembilan, sekitar pukul setengah dua siang kurang lima menit lahirlah dirimu nak; Wyatt Gajendra Ramadhan. 

- Wyatt dalam bahasa Karakteristik artinya Sangat kreatif, memerlukan perubahan. memiliki intuisi yang kuat, cerdik. berkeinginan kuat dan bertujuan. 

- Gajendra : Perkasa. Gajendra artinya adalah perkasa yang diberikan untuk seorang anak Laki-Laki. Nama Gajendra berasal dari India (Sansekerta), dengan huruf awal G dan terdiri atas 8 huruf. 

- Ramadhan: karena dirimu lahir di bulan Ramadhan, yang merupakan bulan suci dan penuh berkah bagi umat Islam. 

Ayah pun bersyukur, dirimu terlahir sehat dan selamat, namun ternyata drama belum usai. Ayah keliru, ayah pikir cerita ketegangan sudah usai siang itu, ternyata baru dimulai dengan ritme plot-twist yang jauh lebih menegangkan. 

Ari-arimu tidak dapat dikeluarkan dari rahim bundamu, sampai-sampai Bidan Ella langsung turun tangan menangani. Pendarahan hebat terjadi, dan singkat cerita prosesnya gagal. 

“Pak, tolong cari mobil,” kata Bidan Ella. Ia menyuruhku segera mengantar bini ke RUSD Cibinong. 

Dalam benakku, mobil itu yah mobil penumpang. Maka aku bergegas pergi cari mobil, mampir ke ATM dan pulang ke perumahan untuk cari pinjaman mobil di sana. Ternyata langkah ayah keliru, soalnya yang dimaksud Bidan Ella adalah angkot. 

Singkat cerita, aku berhasil dapat pinjaman mobil juragan Sukma. Setibanya di tempat praktik Bidan Ella, ternyata bundamu sudah dibawa ke RSUD Cibinong dengan angkot.

“Sudah berangkat dari tadi, Pak. Nanti ganti saja uang sewanya ke sana,” kata Bidan Ella.

Mobil juragan Sukma pun ayah kembalikan, dan bergegas ke RSUD  Cibinong naik Bumblebee dengan menerabas hujan keras dan beberapa jalanan berlubang yang tertutupi genangan air hujan.

Setibanya di sana, alhamdulillah masa kritis bini semata wayang sudah terselesaikan. Ari-arinya bisa terselamatkan, dan termasuk beruntung karena yang tangani adalah bidan di IGD, bukan dokter. Coba kalau dokter yang pegang, rasanya biayanya akan jauh lebih membengkak.

Terima kasih sangat, Bu Bidan di RSUD Cibinong yang telah membantu penanganan bini semata wayang tercinta. 

Meski selamat, bunda telah kehilangan banyak darah, dan butuh transfusi darah yang cukup banyak. Selama 3 hari 2 malam di RSUD Cibinong, Bu Yon mesti disuplai pasokan empat kantong darah yang satunya dihargai 500 ribu rupiah lebih dikit. Sebenarnya di hari ketiga, bundamu belum diperbolehkan keluar, karena HBnya masih belum memenuhi syarat batas bawah rekomendasi, namun ayah sudah tidak punya lagi kapasitas dana di rekening, jika harus diteruskan. 

“Paling enggak dua kantong darah lagi ini, pak,” kata seorang suster jaga di ruangan Anggrek. 

“Paling enggak...,” benakku mengulanginya tanpa suara. Ini terpaksa harus dihentikan dengan berat hati. Aku pun menandatangani surat pernyataan untuk mengeluarkan bundamu dari rumah sakit sebelum waktunya. 

Cukup beresiko memang, tapi ayah sudah browsing di internet jika HB masih bisa dikejar di luar penanganan medis yang membutuhkan dana besar, nantilah kita cari lewat vitamin di apotik, ataupun herbal, serta makanan-makanan. Masih ada cara lain pasti, daripada terus memaksakan mengejar kondisi ideal. 

Toh, sudah nyaris dua tahun juga kita berjalan dalam kondisi yang tidak ideal, seiring menyusutnya grafik usaha daku. Meski tertatih-tatih, sejauh ini masih bisa bertahan hidup dalam situasi yang masih mesti disyukuri, karena masih bisa tidur di kamar ber-AC dan di rumah sendiri, serta masih bisa makan minum secara normal. 

Perjuangan 48 jam kelahiran Wyatt Gajendra Ramadhan memang diwarnai drama ketegangan dan menyerap energi serta kesabaran keikhlasan. 

Jumat 30 April 2021 di hari kelahiranmu, nak, bundamu dalam kondisi yang sangat kepayahan, kesakitan, dan kelelahan yang amat pastinya. Luar biasalah bundamu, kelak dikau harus menyanyanginya, karena ayah menyaksikan sendiri perjuangan sangat kerasnya untuk melahirkanmu, termasuk gatal-gatal parah sejak usia kehamilan ketujuh. 

Ayah sendiri di hari itu sangat lusuh, basah, dan berada di antara ketidakpastian akan banyak hal. Bagaimana kondisi bundamu, bagaimana kondisimu yang sangat terpaksa ditinggal seharian di tempat Bidan Ella, bagaimana menyelesaikan tagihan-tagihan di rumah sakit ini, tapi ayah harus tenang karena tidak ada solusi terbaik hadir di pemikiran dan jiwa yang keruh. 

Ketegaran ayah juga diilhami oleh seekor induk kucing yang tengah hamil besar berjalan sendiri di waktu malam beberapa hari lalu. “Ya, ayah harus kuat. Caranya tidak boleh banyak mikir, jalani saja sekuatnya dan terbaiknya.” 

Belum mandi, baju basah kotor dan lusuh, bahkan buka puasa pun hanya sempat menyeruput dua teguk teh manis Keanu waktu antar abang Rasy pulang, setelahnya harus lantas bergegas ke rumah sakit kembali menemani bundamu, cinta terbesarnya ayah pada seorang manusia lainnya. 

Ayah baru bisa tertidur selepas jam 11 malam, namun selepas jam 1 dinihari ayah sudah terjaga. Ayah harus pulang, karena kakak Oka, abang Rasy, abang Keanu, dan Nenek Mini yang lagi tengah menemani harus disiapkan buat lauk sahurnya. 

Ayah sempat mampir ke seorang ibu yang menjajakan lauk sahur di kawasan Sukahati, sebelum pulang. Setibanya di rumah langsung mandi bersih-bersih, ganti baju, lalu coba istirahat namun ternyata tidak bisa. Ayah masih harus terjaga, memikirkanmu yang ditinggalkan sendirian. Memikirkan bundamu yang mudah-mudahan selamat dan sehat kembali seperti sedia kala. 

Pukul setengah empat dinihari setelah membangunkan ketiga kakakmu untuk sahur, ayah langsung bergegas ke Bidan Ella untuk menjengukmu. Pukul empat ayah tiba di sana dan memencet bel, lalu berbasi-basi sejenak dengan Bidan Ella yang membukakan pintu. 

Ia bertanya bagaimana kabar bundamu, lalu ayah bilang sudah ditransfusi dua kantong darah yang untungnya memang golongan darahnya ready stock di rumah sakit. 

Ayah pun sempat menengokmu, meski sebentar banget. “Baru saja kok saya masukkan, Pak, soalnya gak ada yang jagain pas mau sahur,” kata Bidan Ella. 

“Ya Allah, nak, kau sudah begitu tegar dan hebat di usiamu yang baru satu hari, sudah sendirian di luar sana,” kataku dalam hati. 

“Jam berapa nanti bisa dijemput, Bu Bidan?” tanyaku. 

“Jam 8 atau jam 9 boleh, pak,” kata Bidan Ella. 

Sebelum bergegas pergi kembali, ayah membereskan dulu soal biaya administrasi kelahiranmu di Bidan Ella yang sudah sangat sigap mengambil keputusan mengirim bundamu ke RSUD Cibinong. Andai saja terlambat, entah apa yang bisa terjadi pada bundamu cintanya ayah. 

Setibanya di rumah sakit, ayah berbincang-bincang sejenak, sebelum mendapat teguran yang cukup ketus dari seorang perempuan yang bertugas membersihkan kamar. Ya, selama di rumah sakit itu, ayah memang banyak bertemu dengan suster, perawat, atapun seperti petugas pembersih kamar rumah sakit itu yang bicaranya saklek dan tidak jarang ketus. 

Ayah coba mendamaikan hati bahwasanya mereka memang bekerja di situasi yang tidak nyaman dan penuh tekanan, namanya juga rumah sakit. 

Jam tujuh pagi ayah diminta keluar ruangan dengan ketus olehnya. Ya sudahlah, yang penting bundamu sudah mulai baikan, meski kondisi HBnya masih sangat rendah dan jauh dari standar normal. 

Saatnya ayah pulang menjemputmu, ditemani Nenek Mini. 

Pulangmu pun juga sangat sederhana, nak, naik si Bendera. Lebih aman soalnya karena jarak terendah ke tanahnya lebih pendek, ketimbang Bumblebee yang gambot dan tinggi. 

Jam setengah 11 ayah sudah kembali ke rumah sakit lagi menengok bundamu yang harus mendapat suplai kantong darah yang ketiga. Di sana ayah sampai jam 1an, lalu pulang buat siapkan menu buka puasa buat Nenek Mini dan ketiga kakakmu. 

Pulang kali ini, rasa kekhawatiran ayah mulai berkurang, karena Wyatt akhirnya sudah di rumahnya sendiri. 

Di rumah, ayah juga masih harus bantu beres-beres lagi, kasihan juga Nenek Mini ibuku sudah menua ditinggal bersama empat cucunya. Baru selepas Magrib, ayah bisa pergi lagi ke rumah sakit menemani bundamu. 

Ternyata setibanya di sana sudah kantong darah keempat yang dialirkan ke tubuh bundamu. Itu juga sekaligus berarti batas puncak isi dana yang ada di rekening, termasuk Rp 5 juta pinjaman dari Nenek Ecin nenek dari bundamu dan ibu dari Nenek Ida. Kalau kami maksa ngejar HB normal bundamu, terlalu riskan, selain dananya jadi sangat ngepres, juga kita jadi tidak tahu mesti darimana lagi buat keperluan biaya hidup sehari-hari.

“Besok pagi kita pulang yah, bun, dananya sudah gak ada lagi kalau tambah kantong darah,” kataku lirih. Ada perasaan sedih juga biar bagaimana tidak bisa dan tidak mampu mengantarkan istri tercinta pada kondisi kesehatannya yang maksimal. Lagipula di sisi lain kasihan juga Wyatt kalau lebih lama terpisah dari bundanya. 

Berada di dalam rumah sakit yang dikelola di bawah naungan pemerintah kabupaten ini juga seperti berada di negeri antah berantah, pelayanan di ruangan kamar terkesan seadanya, komunikasinya sering kali ketus, dan yang terparah adalah arah komunikasi yang tidak jelas. Tidak heran jika di Google banyak yang memberikan rating satu dan dua bintang. 

Satu hal yang saya pelajari untuk berkomunikasi di sini adalah juga sebaiknya lantang, lugas, saklek, dan jikalau harus juga ikutan ketus. Dengan mekanisme seperti itu, saya merasa mendapat jawaban yang lebih memuaskan. Ya, terkadang memang kita harus diam jika itu bisa mencipta suasana damai, namun ada kalanya juga kita harus berseru lantang jika sudah keterlaluan for whatever it takes... 

Minggu pagi 2 Mei 2021 sekitar pukul setengah delapan pagi waktu Indonesia belahan Cibinong, daku pun membawa pulang biniku tercinta ke rumah naik Bendera yang sehari sebelumnya sudah diganti reflektor lampu utamanya biar bisa nyala lagi. 

“Nanti kalau ndak sanggup di motor biar aku panggilkan ojol mobil,” kataku ke bini semata wayang tercinta. 

Pulang pagi itu pun terasa romantis syahdu dan layak banget dinarasikan dalam dokumentasi sejarah kata, karena aku pulang tanpa alas kaki alias sandal yang harus kupinjamkan ke bini. Siapa suruh lupa bawakan sandalnya... 

Ah, yang penting drama menegangkan 48 jam ini akhirnya berlalu. Terima kasih Tuhan atas segala rahmat dan berkat, kekuatan serta keteguhan hati, plus intuisi untuk bisa menyelesaikan tahapan ini dengan melegakan hati. 

Alhamdulillah... 

Bogor Coret, 6 Mei 2021

19:29 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!