CHAPTER 180: TUHAN MAHA BAIK



Sejak Minggu sore 28 Agustus 2022, kabut pekat terasa menyelimuti pikiran dan suasana bathinku. Di suasana seperti ini biasanya aku selalu bersiap dengan risiko atau konsekuensi terburuk. 

Bukan berarti putus asa dan menyerah, namun justru bersiap menghadapi apapun kenyataan terpahit jika datang dan terjadi. 

Berat? Iya, pasti. 

Kuajak Bini dan anak-anaku bicara keadaan sebenarnya semalam, serta rencanaku. 

"Pergilah, bawa harta yang ada. Bertahanlah. Aku biar saja pergi ke kampung halamanku, bukan karena pengecut, tapi setidaknya harta yang ada mestinya bisa lebih lama dipakai jika berkurang satu orang," kataku. 

Ya, sejak dua masa terkelam selepas SMA dan jelang lulus kuliah, aku merasa hidup ini memang hanya ada aku dan Tuhan. Baru, setelah ketemu Bini dan anak-anak, aku merasa punya rumah untuk pulang dengan tenang dan nyaman. 

Bilapun tidak abadi bersama mereka, aku selalu berusaha yakinkan diri tidak ada penyesalan. Harus bersyukur atas segala momen karunia yang terlewati sebagai berkat dan anugerah. 

Namun, pagi ini lonceng keberuntunganku ternyata masih berdenting. Persoalan yang membuat mumet tiga hari terakhir terselesaikan. Alhamdulilah. 

Syukur alhamdulilah, setidaknya hingga 3 bulan ke depan denting dawai kehidupan tetap terpetik. Selanjutnya, biarlah takdir dengan segala keputusannya. 

Masih berusaha kuingat selalu, hidup cuma sekali, maka berbahagialah. 

Bogor, 31 Agustus 2022 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 345: BADAI TRAUMATIS DI BULAN MARET - APRIL 2024

CHAPTER 349: CUKUP, SAYA BERHENTI!

CHAPTER 48: BANGSAT!